KASUS LC FIKTIF BANK BNI DENGAN KARTU KREDIT
Muhamad Fachrudin / 2B215085
Letter of Credit ( LC ) adalah Surat Berharga, yang merupakan alat bayar untuk sesuatu transaksi ekspor-impor, sehingga pengaturan hukum atas Letter of Credit tersebut diatur adalam perjanjian Internasional ( bukan perjanjian Nasional / Indonesia ) yang dikuti oleh semua Negara-negara didunia, yaitu menggunakan UCP.500 (United Custom Practice .500).
Alat Bayar lain yang diatur dalam undang-undang International yaitu, Kartu Kredit (Credit Card), dimana dengan Kartu kredit para pemegangnya dapat melakukan transaksi pembayaran dengan semua pihak yang menjadi Holder dari Bank Penerbit Kartu Kredit tersebut, baik didalam negeri maupun di luar negeri. Dan selain daripada itu mempunyai fungsi yang lain, yaitu untuk mengambil uang tunai/cash sebesar yang tercantum dalam credit limit kartu kredit tersebut.
Secara umum perlakuan verifikasi dari Credit Card dan Letter of Credit adalah sama, yaitu penjual atau bank penjual melakukan verifikasi/authorifikasi kepada Bank Penerbit ( Issuing Bank ), sehingga penjual atau Bank penjual dapat aman melakukan pembayaran terlebih dahulu kepada pemegang LC atau pemegang kartu kredit tersebut.
Pada kasus LC fiktif bank BNI antara Penjual ( Eksportir ) & Pembeli ( Importir ), Issuing Bank, advising Bank & Negotiating Bank telah terjadi kesepakatan terlebih dahulu, dari kesepakatan ini di jadikan solusi dalam kasus tersebut, sbb :
KESEPAKATAN MULTILATERAL / INTERNATIONAL :
Kesepakatan harga, volume, waktu pengiriman dan spesifikasi barang yang akan dibeli. Macam LC yang diterbitkan, persyaratan pencairan didalam LC, tgl diterbitkan, tanggal kadaluarsa.
Bank yang akan menerbitkan LC adalah koresponden dari Bank penjual didalam negeri atau harus ada Bank penjamin didalam negeri ( Advising Bank ) apabila bukan koresponden bank, sehingga dengan adanya Advising Bank, maka Negotiating Bank dapat melakukan pendiskotoan LC tersebut sesuai konvensi yaitu UCP.500.
Penerbitan dan kemudian pengiriman LC harus menggunakan alat verifikasi yang telah disetujui oleh dunia internasional yaitu SWIFT dengan Message Type .700, sehingga LC tersebut dikatakan GENUINE ( benar, baik, betul, akurat dan dapat dipercaya ).
KESEPAKATAN NASIONAL / DALAM NEGERI :
Eksportir atau penjual barang, telah conform dengan Banknya bahwa negotiating bank yang akan digunakan lewat Issuing Bank.
Eksportir dan Bank didalam negeri telah terjadi kesepakatan untuk melakukan pendiskontoan LC yang akan diterima, setiap bank mempunyai aturan yang berbeda dalam rangka pendiskontoan LC ekspor tersebut, tapi yang sama adalah, bahwa Bank mempuinyai HAK REGRES, yaitu hak yang dipunyai oleh Bank di dalam negeri, yaitu apabila Issuing Bank atau Importir tidak membayar kepada Negotiating Bank, karena pendiskontoan yang telah dilakukan, dengan alasan apapun, maka Negotiating Bank dapat meminta pelunasan pembayaran kepada Nasabahnya atau eksportir yang dimaksud.
Pendiskontoan LC ekspor, sama halnya dengan perjanjian kredit pada umumnya, pada saat terjadi wanprestasi di Luar negeri masuk dalam lingkup HUKUM PERDATA.
Apakah penggunaan yang tidak sesuai tentang pemakaian hasil pendiskontoan atau hasil pencairan kredit adalah suatu tindakan pidana? Dalam hal ini Tindakan Pidana Korupsi sesuai UU No.31/1999 jo UU.No.20/2001.
Dalam perjanjian Kredit atau pendiskotoan LC tersebut, Bank pada umumnya telah melakukan prinsip kehati-hatian bank, yaitu meninjau usaha, menilai asset sebagai jaminan pembayaran, sehingga apabila terjadi wanprestasi, Bank tetap aman untuk menerima pengembalian dana yang telah dicairkan kepada nasabah, baik berupa kredit atau pendiskontoan LC.
Dokumen Pendukung disini adalah seolah-olah telah atau akan terjadi pengiriman barang dengan menggunakan Bill of Lading, & dokumen lainnya yang diminta dalam LC, dikarenakan antara Importir dan Eksportir dan juga antara Issuing Bank & Negoriating Bank, sudah terjadi kesepakatan, maka pembayaran tetap dilakukan pada saat jatuh tempo ( terbukti dari total 82 slip LC, hanya 37 Slip LC yang belum dibayar, itupun karena dikasus pidanakan oleh BNI )
Muhamad Fachrudin
Sabtu, 07 Mei 2016
Sabtu, 30 April 2016
PSAK Nomor 1 Tentang Penyajian Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah
suatu penyajian laporan keuangan secara terstruktur dari posisi keuangan dan
suatu keuangan suatu perusahaan.. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan
informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang
bermanfaat bagi pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan
keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan
sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan
tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi:
1.
Aset
2.
Laibilitas
3.
Ekuitas
4.
Pendapatan dan beban termasuk keuntungan
dan kerugian
5.
Kontribusi dari dan distribusi kepada
pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik
6.
Arus kas.
Komponen Laporan Keuangan Lengkap
Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari
komponen-komponen berikut ini:
1.
Laporan posisi keuangan pada akhir periode
2.
Laporan laba rugi komprehensif selama
periode
3.
Laporan perubahan ekuitas selama periode
4.
Laporan arus kas selama periode
5.
Catatan atas laporan keuangan, berisi
ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lainnya
6. Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya. Entitas diperkenankan menggunakan judul laporan selain yang digunakan dalam Pernyataan ini.
Perpajakan Internasional
Latar Belakang
Perpajakan Internasional
merupakan alat untuk mengetahui perbedaan pajak dalam negeri dan memajukan
perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara,
pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan
investasi tersebut. Adalah merupakan suatu tujuan ekonomi dalam negara untuk
memajukan perdagangan di tiap dan antar negara serta mendorong laju investasi. Dan setiap pemerintah
suatu negara berusaha untuk meminimalkan
pajak yang menghambat perdagangan investasi dimana salah satunya adalah dengan
melakukan penghindaran pajak berganda. Sehingga yang melatar belakangi suatu
pajak internasional dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Indonesia adalah bagian dari dunia
Internasional; dalam era globalisasi Indonesia perlu menjalin hubungan dengan
negara lain, mengadakan transaksi-transaksi lintas batas yang saling
menguntungkan dan mengizinkan entitas asing untuk melakukan kegiatan ekonomi
dan memperoleh penghasilan di Indonesia.
2.
Penghasilan entitas asing di dalam negeri
bisa menjadi sumber pendapatan pajak bagi Indonesia; Menurut benefit theory of
taxation, pemajakan ini bisa dilakukan karena terdapat hubungan (economic attachment) antara Indonesia
sebagai negara sumber (Source State)dengan
aktivitas yang memberikan penghasilan tersebut.
3.
Penghasilan entitas asing di Indonesia
bisa menjadi sumber pendapatan perpajakan bagi negara domisili entitas
asing tersebut; negara yang menjadi
domisili entitas asing (residence state)
juga berhak atas pajak penghasilan yang bersumber dari luar negaranya karena
terdapat keterkaitan antara negara negara dengan subjek pajak dalam negerinya (personal attachment).
4.
Maka diperlukan adanya perjanjian
perpajakan internasional yang mengatur pemajakan penghasilan entitas asing
didalam negeri dan penghasilan entitas dalam negeri dari luar negeri; Yang
bertujuan adalah untuk menghindari terjadinya pemajakan berganda yang
memberatkan wajib pajak masing-masing negara.
Sehingga berbicara
perpajakan internasional adalah
berbicara suatu permasalahan yang rumit dan complicated karena mencakup
hak pemajakan (taxing right) suatu
negara. Karena masing-masing negara sangat berkepentingan terhadap kebijakan
perpajakan internasional yang baik yang dipilih oleh PBB maupun OECD (Organisation for Economic Co-operation and
Development). Hal ini disebabkan karena dalam menyusun Perjanjian
Penghindaraan Pajak Berganda (Tax Treaty),
maupun kebijakan Perpajakan Internasional dalam UU Domestik, ada 2 (dua)
‘kiblat’ yaitu :
1.
United Nations (UN) Model
2.
OECD Model
Pengertian
Pajak internasional
adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah
nasioal maupun kaedah yang berasal dari traktat antarnegara dan dari prinsip
yang telah diterima baik oleh Negara-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan
dan dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, baik mengenai subjek maupun
mengenai objeknya.
Setiap Negara memiliki peraturan
perundang-undangan perpajakan nasional sendiri-sendiri atau yang disebut dengan
yurisdiksi nasional, yang masing-masing peraturan perundang-undangan dimaksud
memiliki landasan dan filosofi hukum yang berbeda dengan Negara-negara lainnya.
Dalam rangka melakukan
investasi di Negara lain maupun dalam rangka suatu Negara menerima investasi
dari Negara lain pasti akan terjadi beberapa konflik kepentingan. Sebagai
contoh, Indonesia menganut konsep pengakuan penghasilan, yaitu konsep tambahan
kemampuan ekonomis atau juga disebut world
wide income. Artinya peraturan perundang-undangan pajak penghasilan tidak
mempermasalahkan darimana datangnya penghasilan, bagaimana penghasilan tersebut
diterima atau diperoleh, dan dalam bentuk apa penghasilan tersebut.
Semua adalah objek pajak
penghasilan yang harus dikenakan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Indonesia,
baik Wajib Pajak orang pribadi, badan, maupun Bentuk Usaha Tetap. Sehingga ada
kemungkinan terjadi benturan (konflik) dalam pengenaan pajak dengan Negara
lainyang menganut asas pemajakan berbeda dengan Indonesia, nisalnya Negara yang
menganut asas pemajakan kebangsaan (kewarganegaraan). Negara yang menganut asas
kebangsaan tidak mempermasalahkan dari mana penghasilan diterima atau diperoleh,
seseorang tetap diwajibkan membayar pajak di Negara di mana dia berkebangsaan.
RUANG LINGKUP PERPAJAKAN INTERNASIONAL
Untuk memudahkan dalam
pemahaman tentang pajak internasional khususnya
ditinjau dari Subjek dan Objek Pajak, maka dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) pandangan
yaitu :
1.
Taxing Inbound Income ; Pemajakan atas
Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) yang memperoleh penghasilan yang bersumber
dari luar negeri.
2.
Taxing Outbound Income ; Pemajakan atas
Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari
dalam negeri.
Kita mengetahui bahwa
negara memiliki kedaulatan untuk mengenakan pajak terhadap setiap penghasilan
setiap individu dan terdapat “connecting factors” antara Negara dengan suatu
transaksi/peristiwa ekonomi yang menimbulkan penghasilan. Dalam Undang- Undang
pajak menerapkan dua prinsip berdasarkan “connecting
factors” tersebut yaitu :
1.
Residence Principle (Azas Residensi), Hak
Negara mengenakan pajak kepada seseorang (individu atau badan) karena terdapat
“personal attachment”, seperti: residensi, domisili, kewarganegaraan, tempat
pendirian, tempat kedudukan manajemen. (Worldwide
Income).
2.
Source
Principle (Azas Sumber), Hak Negara mengenakan pajak kepada
seseorang (individu atau badan) karena terdapat“economic attachment” yaitu
penghasilan yang bersumber di Negara tersebut.
Beberapa prinsip dalam
perpajakan internasional yang salah satunya dikemukakan oleh Doernberg (1989)
menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan
internasional, yaitu :
1.
Capital
Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik): Kemanapun
kita berinvestasi, beban pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada
bedanya bila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai
bila berinvestasi di luar negeri, beban pajaknya lebih besar karena menanggung
pajak dari dua negara. Hal ini akan melandasi UU PPh Pasal 24 yang mengatur
kredit pajak luar negeri.
2.
Capital
Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional):
Darimana pun investasi berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik
investor dari dalam negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang
sama bila berinvestasi di suatu negara. Hal ini melandasi hak pemajakan yang
sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah Tetap (BUT) yang
dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test
dari peraturan yang berlaku.
3.
National
Neutrality: Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas
penghasilan yang sama. Sehingga bila ada pajak luar negeri yang tidak bisa
dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.
Beberapa
Permasalahan Dalam Perpajakan Internasional
1.
Transfer
Pricing: Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari dalam
negeri ke perusahaan dengan hubungan istimewa di negara lain yang tarif
pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membayar harga penjualan
yang lebih rendah dari harga pasar, membiayakan biaya-biaya lebih besar
daripada harga yang wajar, thin capitalization (memperbesar utang dengan beban
bunga untuk mengurangi laba). Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di
Singapura 25%. PT A punya anak perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A
dapat digeser ke B Ltd yang tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan
uang dengan bunga yang besar, sehingga laba PT A berkurang, memang pendapatan B
Ltd bertambah namun tarif pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan
PT A menjual rugi (mark down) barang
dan jasa (harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B Ltd. Di Indonesia,
transfer pricingdicegah dalam UU PPh pasal 18 dimana pihak fiskus berhak
mengkoreksi harga transaksi, penghitungan utang sebagai modal dan DER (Debt Equity Ratio).
2.
Reaty
Shopping: Fasilitas di tax treaty justru bukannya
menghindarkan pajak berganda namun malah memberi kesempatan bagi subjek pajak
untuk tidak dikenakan pajak dimana-mana. Misalnya: Investasi SBI di bursa
singapura dibebaskan pajak. Treaty
Shopping diredam dengan ketentuan beneficial owner (penerima manfaat) dalam
tax treaty (P3B) baik yang memakai model OECD maupun PBB sehingga tax treaty hanya berlaku bila penerima
manfaat yang sebenarnya adalah residen di negara yang menandatangani tax
treaty.
3. Tax Heaven Countries: Negara-negara yang memberikan keringanan pajak secara agresif seperti tarif pajak rendah, pengawasan pajak longgar telah membuat penerimaan pajak dari negara-negara berkembang merosot tajam. Negara tax heaven yang termasuk dalam KMK No.650/KMK04/1994 antara lain Argentina, Bahrain, Saudi Arabia, Mauritius, Hongkong, Caymand Island, dll. Saat ini negara tax heaven sedang dimusuhi dunia internasional, pengawasan tax avoidance (penghindaran pajak) di negara-negara tersebut sedang gencar-gencarnya. Berinvestasi di negara tax heaven beresiko besar terkena koreksi UU PPh Pasal 18. Lebih baik berinvestasi pada negara dengan tax treaty
Akuntansi Internasional
Nama Kelompok : Muhamad Fachrudin dan Syifa Ragustia
Prabowo
NPM : 2B215085 dan
2B215089
Judul :
Information Systems In Supply Chain Integration and Management
Author : A. Gunasekaran
Department
of Management, University of Massachusetts, 285 Old Westport Road, North
Dartmouth, MA 02747-2300, USA
E.W.T.
Ngai
Department
of Management and Marketing, The Hong Kong Polytechnic University,
Hung Hom, Kowloon, Hong Kong, PR China
Penerbit :
European Journal of Operational Research 159 (2004) 269–295
Available online 6 November 2003
Masalah
Perusahaan
berusaha untuk meningkatkan tingkat ketangkasan mereka dengan tujuan menjadi
fleksibel dan responsif untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus berubah.
Dalam upaya untuk mencapai hal ini, banyak perusahaan telah terdesentralisasi
nilai tambah kegiatan mereka dengan
outsourcing dan mengembangkan perusahaan virtual (VE). Semua ini menyoroti
pentingnya teknologi informasi (IT) dalam mengintegrasikan pemasok / kemitraan
perusahaan di perusahaan virtual dan rantai pasokan. Supply chain management
(SCM) adalah sebuah pendekatan yang telah berkembang dari integrasi
pertimbangan ini. SCM didefinisikan sebagai integrasi proses bisnis utama dari
pengguna akhir melalui pemasok asli yang menyediakan produk, layanan, dan
informasi dan karenanya nilai tambah bagi pelanggan dan stakeholder lainnya
(Lambert et al., 1998)
Namun, literatur
sangat sedikit mengenai artikel yang berhubungan dengan IT di SCM. Namun,
mustahil untuk mencapai rantai pasokan yang efektif tanpa IT. Karena pemasok
yang terletak di seluruh dunia, adalah penting untuk mengintegrasikan kegiatan
baik dalam dan di luar organisasi. ini membutuhkan sistem informasi yang
terintegrasi (IS) untuk berbagi informasi tentang berbagai nilai tambah
kegiatan sepanjang rantai pasokan. IT seperti saraf sistem SCM. Ada banyak
artikel tentang TI di supply chain. Sebagian besar literatur hanya membahas
implikasi dari satu atau dua aspek rantai pasokan, misalnya, strategi, alat dan
teknik,tapi tidak secara keseluruhan. Namun, komprehensif.
Survei TI di SCM
akan berguna untuk mengidentifikasi faktor penentu keberhasilan TI untuk
terintegrasi rantai pasokan. Sayangnya, desain dan penerapan sistem TI yang
efektif untuk
SCM belum mendapat perhatian yang
memadai baik dari peneliti dan praktisi, khususnya,
bisnis ke bisnis (B2B) e-commerce
(EC) dan SCM. Ada banyak perdebatan di sekitar aplikasi
TI dalam bisnis SCM yang menyangkut
model bisnis e-commerce, model yang cocok untuk bisnis, dll. Mengingat
pentingnya TI dalam mencapai SCM yang efektif, upaya telah dibuat dalam makalah
ini untuk meninjau literatur tentang TI di SCM berdasarkan kriteria yang
sesuai. Tujuan utama di sini adalah untuk mengidentifikasi isu-isu utama
seputar penerapan TI dalam SCM, menggunakan klasifikasi sesuai Skema dan
mengembangkan kerangka kerja untuk aplikasi IT dalam SCM. Juga, beberapa
penelitian arah masa depan diindikasikan untuk mengembangkan TI terpadu SCM
sistem.
Baru-baru ini
konsep desain rantai pasokan dan manajemen telah menjadi paradigma operasi
populer. Hal ini telah ditingkatkan dengan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) yang mencakup data elektronik interchange (EDI), Web Internet
dan World Wide Web (WWW) untuk mengatasi kompleksitas yang semakin meningkat
dari sistem mengemudi hubungan
pembeli-pemasok. Kompleksitas SCM juga telah memaksa perusahaan untuk
melakukan system komunikasi online.
Manajemen rantai suplai menekankan
manfaat keseluruhan dan jangka panjang dari semua pihak pada rantai melalui
kerjasama dan berbagi informasi. Hal ini menandakan pentingnya komunikasi dan
penerapan TI dalam SCM. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh variabilitas
memesan (Yu et al., 2001). Berbagi informasi antara anggota rantai pasokan
menggunakan teknologi EDI harus ditingkatkan untuk mengurangi ketidakpastian
dan meningkatkan kinerja pengiriman pemasok dan sangat meningkatkan kinerja
sistem rantai pasokan (Srinivasan et al., 1994).
Berikut ini
adalah beberapa masalah yang sering dikutip dalam literatur baik oleh para
peneliti dan praktisi ketika mengembangkan IT-terpadu SCM: kurangnya integrasi
antara TI model bisnis, kurangnya perencanaan strategis yang tepat, miskin
infrastruktur TI, cukup aplikasi TI di perusahaan maya, dan pengetahuan memadai
penerapan TI dalam SCM. Tidak ada kerangka kerja komprehensif yang tersedia
pada aplikasi TI untuk mencapai suatu SCM yang efektif. Mengingat
pentingnya kerangka kerja, upaya telah
dibuat dalam makalah ini untuk mengembangkan suatu kerangka kerja berdasarkan
kajian literatur yang lebih sistemik.
Lingkup
Penelitian
Penelitian ini
dibatasi pada isu-isu implementasi TI pada SCM. Implementasi pada SCM ini dapat
dilihat dari enam kategori yaitu :
1. Perencanaan
strategis untuk TI dalam SCM.
2. Perusahaan
virtual dan SCM.
3. E-commerce
dan SCM.
4. Infrastruktur
TI dalam SCM.
5. Pengetahuan
dan manajemen TI dalam SCM.
6.
Implementasi TI dalam
SCM.
Tujuan
Tujuan utama
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi isu-isu utama seputar penerapan TI
dalam SCM dengan menggunakan klasifikasi sesuai desain dan mengembangkan
kerangka kerja untuk aplikasi IT dalam SCM. Juga, beberapa arah penelitian masa
depan yang diindikasikan untuk mengembangkan sistem TI dalam SCM terpadu.
Landasan Teori
Literatur yang
tersedia (melalui artikel jurnal kebanyakan) pada TI di SCM telah ditinjau
untuk aplikasi dan pengembangan berdasarkan skema klasifikasi:
1.
Perencanaan strategis
untuk TI dalam SCM.
Perusahaan
sekarang fokus pada perencanaan strategis dengan tujuan untuk mengembangkan
rencana jangka panjang dan perubahan organisasi mereka dan pada gilirannya
untuk meningkatkan daya saing mereka. Perencanaan strategi memerlukan
keterlibatan manajemen puncak dengan mempertimbangkan baik eksternal dan faktor
internal organisasi. Perencanaan strategis TI harus mendukung tujuan jangka panjang
dan tujuan dari SCM baik dari segi fleksibilitas dan tanggap terhadap kebutuhan
pasar yang terus berubah. Misalnya, IT akan memfasilitasi pembentukan kemitraan
cepat dengan memungkinkan tersedianya informasi yang tepat dan karenanya
mengembangkan perusahaan virtual. Restrukturisasi organisasi mungkin diperlukan
jika sebuah perusahaan memutuskan untuk pergi untuk sebuah perencanaan sumber
daya perusahaan (ERP) sistem seperti SAP, Oracle, PeopleSoft, dan BAAN dengan
tujuan membentuk rantai pasokan yang efektif. Ada juga implikasi potensial
lainnya seperti investasi di bidang TI dan proses bisnis rekayasa ulang,
orientasi pasar, posisi teknologi dan hubungan karyawan, dan karakteristik
tenaga kerja. Isu implikasi sosial dan manajemen pengetahuan harus diberikan
pertimbangan dalam mengembangkan perencanaan strategis untuk IT di SCM. Namun,
adalah penting untuk memprioritaskan dimensi strategis yang mempengaruhi IT di
SCM mempertimbangkan struktur organisasi individu. Cerpa dan Verner (1998)
menyajikan sebuah studi longitudinal sistem informasi perencanaan proses
strategis (ISSP) dalam sebuah organisasi Australia yang besar. Fletcher dan
Wright (1996) melaporkan sebuah studi mengenai hubungan antara penggunaan
strategis teknologi informasi dalam organisasi jasa keuangan dan konteks
strategis di mana penggunaan tersebut dibuat. Kardaras dan Karakostas (1999)
menyarankan penggunaan peta kognitif fuzzy sebagai pendekatan alternatif untuk
yang sudah ada sistem informasi strategis perencanaan model.
·
Alasan pemasaran
penggunaan TI dalam SCM
Untuk bersaing di pasar yang baru,
organisasi harus mampu mengkonfigurasi ulang sumber daya untuk memenuhi
perubahan kebutuhan. Hal ini membutuhkan organisasi untuk memiliki rantai
pasokan yang efektif atau perusahaan yang secara fisik terdistribusi.
·
Ekonomi alasan
Pasar adalah kekuatan pendorong
untuk setiap perubahan dalam suatu organisasi. Pasar beberapa faktor seperti
kebutuhan pelanggan, pesaing dan organisasi harga memaksa cara mereka mengelola
operasi mereka.
·
Organisasi
Perencanaan strategis TI dalam SCM
mencakup masalah-masalah organisasi seperti struktur organisasi, kesadaran
manajemen puncak, proses bisnis, aliansi strategis, dan teknologi informasi
yang mempengaruhi kinerja keseluruhan IT-mengaktifkan SCM
·
Teknologi
Perencanaan strategis melibatkan
keputusan yang mempengaruhi kinerja jangka panjang organisasi. Misalnya,
kurangnya TI dalam suatu organisasi dapat membuat organisasi usang dan tidak
memenuhi syarat untuk menjadi sebagai salah satu mitra dalam perusahaan
virtual. Karena karakteristik pasar telah berubah, itu akan sulit untuk
bertahan hidup di pasar global tanpa IT-enabled SCM.
2.
Perusahaan virtual dan
SCM.
Virtual
perusahaan (VE)/ virtual organisasi (VO) didasarkan pada pengembangan jaringan
perusahaan kolaboratif dengan kompetensi inti yang diperlukan untuk mencapai
pasar pada waktu dengan produk yang tepat. Mengembangkan jaringan perusahaan
memerlukan sistem komunikasi untuk mencapai pekerjaan yang kooperatif yang
didukung. Hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan berbagai teknologi
telekomunikasi.
Virtual
Corporation adalah strategi industri untuk penataan dan revitalisasi perusahaan
untuk abad ke-21 (Davidow dan Malone, 1992). Lean produksi dan manufaktur
tangkas terutama berfokus pada intra-kinerja perusahaan, sementara juga
mengakui perlunya dan pentingnya kemitraan dengan pasokan dan pelanggan
(Mariotti, 1996). Perusahaan yang diperluas dan perusahaan virtual dapat
dilihat dalam konteks kemitraan perusahaan, yang dirancang untuk memfasilitasi
kerjasama dan integrasi seluruh rantai nilai (Browne dan Zhang, 1999).
·
Kemitraan
Lewis dan Talalayevsky (1997)
berpendapat bahwa aspek manajerial dan budaya dari kemitraan strategis dalam
bidang logistik yang melibatkan isu-isu seperti keterbukaan terhadap inovasi dan
kepercayaan adalah sama penting sebagai IT.
·
Virtual tim dan rantai
pasokan
Desain, pembuatan dan pengiriman
produk membutuhkan tingkat yang semakin tinggi pengetahuan dan keahlian dalam
rantai pasokan. Virtual bekerja sama adalah mekanisme yang paling tepat untuk
menguji hubungan antara semua pihak sepanjang rantai nilai, dibuat di seluruh
rantai pasokan didistribusikan, dengan anggota terpisah secara geografis. Pada
prinsipnya, virtual bekerja sama dapat memungkinkan komitmen bersama, perasaan
kebersamaan, kepercayaan dan kreativitas dan pengambilan keputusan yang cepat
untuk beroperasi dalam rantai pasokan. Team Virtual perlu dibangun dengan
berkonsentrasi pada proses, bekerja sama dan faktor teknologi.
·
Virtual perusahaan dan
IT
Virtual enterprise didasarkan pada
aliansi strategis mitra berbasis kompetensi inti. Para mitra dapat tersebar
secara geografis baik nasional maupun internasional. Hal ini menjadi lebih
rumit untuk mengintegrasikan mitra dengan tujuan yang berbeda dan platform
untuk berfungsi. Hal ini dapat dicapai dengan sesuai sistem perencanaan sumber
daya perusahaan, termasuk e-commerce dan TI untuk pekerjaan yang yang didukung
kooperatif dalam lingkungan perusahaan virtual. Tanpa IT, kita tidak bisa
membayangkan pengembangan perusahaan virtual.
3.
E-commerce dan SCM.
EC dapat
mengambil berbagai bentuk seperti EDI, langsung link-up dengan pemasok,
Internet, Intranet, Extranet, katalog elektronik memesan, dan e-mail. Untuk
mendukung berbagi antar-organisasi sumber daya dan kompetensi dalam struktur
jaringan, komunikasi dan koordinasi perlu dipertahankan. TI memiliki peran
penting untuk memainkan dalam meningkatkan komunikasi dan koordinasi dengan
bertindak sebagai enabler (Love, 1996). E-bisnis adalah pembentukan jaringan
komputer untuk mencari dan mengambil informasi untuk mendukung pengambilan
keputusan bisnis dan kerjasama antar organisasi (Kalakota dan Whinston, 1996).
Internet membantu untuk mengelola kegiatan rantai suplai dengan menawarkan
informasi tentang apa jenis produk yang diminta, apa yang tersedia di gudang,
apa yang ada dalam proses manufaktur, dan apa yang masuk dan keluar fasilitas
fisik dan lokasi pelanggan (Lancioni et al. , 2000).
·
Pembelian
Meningkatnya popularitas e-commerce
adalah karena banyak manfaat operasional dapat membawa ke praktek pembelian.
Contoh dari manfaat tersebut adalah penghematan biaya yang dihasilkan dari
transaksi paper berkurang, urutan waktu siklus dan berkurangnya persediaan
selanjutnya akibat transmisi cepat informasi terkait pemesanan pembelian, dan
peluang ditingkatkan untuk kemitraan pemasok / pembeli melalui pembentukan web
bisnis-ke jaringan komunikasi bisnis. Terlepas dari manfaat ini, EC pembelian
memiliki masalah serius untuk keberhasilan pelaksanaan sistem cyber pembelian
termasuk sejumlah keamanan, hukum, dan masalah keuangan (Min dan Galle, 1999).
·
Operasi
Perdagangan Internet bukan tanpa
masalah bagi pemasok. Mereka juga membicarakan beberapa isu interoperabilitas,
membangun kepercayaan, keyakinan dan keamanan, dan kebutuhan untuk kerangka
peraturan dan hukum. Murillo (2001) membahas implikasi dari e-commerce pada
manajemen rantai suplai dan efektivitas. Emiliani dan STEC (2001) membahas
syarat dan kondisi untuk lelang online dan kontrak pembelian. Build-to-order
(BTO) tidak hanya membutuhkan Just-In-Time (JIT), tetapi juga versi komputer
paling canggih dari ERP. Dengan fasilitasi dari real-time komunikasi antara
pemasok, fungsi produksi, fungsi pemasaran dan konsumen akhir, e-commerce telah
menjadi komponen yang melekat BTO (Doherty, 2000).
Kerangka Kerja
Sebuah kerangka
kerja yang disajikan untuk mengidentifikasi implikasi dan aplikasi TI dalam
SCM. Kerangka ini didasarkan pada tinjauan literatur tentang TI di SCM.
meninjau literatur Kritis membantu untuk mengidentifikasi strategi utama,
teknologi yang memungkinkan dan faktor penentu keberhasilan untuk penerapan TI
di SCM. Kerangka ini didasarkan pada pengembangan menyusul logis dari diskusi
mengenai aplikasi TI dalam SCM :
1.
Literatur yang tersedia
(dipilih) pada TI di SCM telah diklasifikasikan berdasarkan sifat dan aplikasi TI, bidang utama pengambilan
keputusan dan strategi yang memungkinkan utama dan teknologi dengan tujuan
untuk mencapai potensi penuh dari TI dalam mengembangkan dan mengelola rantai
pasokan yang efektif.
2. Klasifikasi
sub literatur ditujukan untuk membantu kedua peneliti dan praktisi dalam mengidentifikasi
potensi daerah pembangunan dan faktor penentu keberhasilan untuk keberhasilan
penerapan TI dalam SCM.
3.
Selanjutnya,
kesenjangan antara teori dan praktek dan alat utama yang digunakan untuk
pemodelan dan analisis TI dalam lingkungan rantai pasokan yang dibahas dalam
bagian ini.
Masalah-masalah
utama yang perlu ditangani ketika mencoba untuk meningkatkan peran TI dalam
integrasi rantai pasokan yang dibahas dalam bagian ini sepanjang kriteria yang telah digunakan untuk
klasifikasi sastra dan review yang meliputi:
a) perencanaan
strategis untuk IT dalam SCM,
b) maya
perusahaan dan SCM,
c) e-commerce dan SCM,
d) infrastruktur
TI di SCM,
e) pengetahuan dan manajemen TI dalam SCM, dan
f) penerapan
TI dalam SCM.
Jenis Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan yaitu penelitian kkualitatif dengan menggunakan
survey literature, yaitu mengumpulkan literatur-literatur yang terkait dengan
kajian penelitian.
Metodologi
Metode
penelitian yang digunakan untuk mengembangkan kerangka kerja bagi keberhasilan
penerapan TI dalam SCM adalah survey literatur. Metode ini dilakukan dengan
mengumpulkan literature utama melalui jurnal yang ada di bidang manajemen
operasi, rantai pasokan, riset operasi, dan sistem informasi. Dalam penelitian
ini, disertasi, buku teks, dan makalah yang tidak dipublikasikan dan prosiding
konferensi makalah tidak termasuk dalam survey literatur. Pencarian literatur
ditujukan untuk membantu peneliti dan praktisi menerapkan sistem TI yang sukses
untuk mencapai SCM yang efektif.
Selain
survey literature mengenai TI dalam SCM, alat yang digunakan untuk memodelkan
dan menganalisis TI yang digunakan dalam SCM juga disajikan, dimana hal ini
berguna untuk para peneliti yang tertarik dalam pemodelan dan analisis berbagai
pengambilan keputusan dengan mangacu pada TI dalam SCM.
Pencarian
literature dilakukan dengan bantuan e-journal yang tersedia di perpustakaan
Hong Kong Polytechnic University, termasuk akses jurnal yang diterbitkan oleh
banyak penerbit khususnya di Elsevier, Emerald, dan Taylor&Francis.
Kesimpulan
Artikel
ini telah menunjukkan bahwa TI merupakan unsur penting untuk kelangsungan hidup
bisnis dan meningkatkan daya saing perusahaan. Sebagai hasil dari tinjauan
literatur, kita dapat melihat bahwa TI memiliki pengaruh yang luar biasa pada
pencapaian suatu SCM yang efektif. Mengintegrasikan kegiatan rantai pasokan
didorong oleh 290 A. Gunasekaran, EWT
Ngai/European Journal of 159 Riset Operasional (2004) 269-295 kebutuhan
untuk menyederhanakan operasi untuk mencapai kualitas layanan kepada pelanggan.
Ada banyak penelitian artikel tentang TI dalam SCM, tapi ada yang kurang
tinjauan kritis terhadap literatur dengan tujuan memunculkan sisi faktor
terkait yang akan mempengaruhi keberhasilan penerapan TI dalam SCM. Dalam
makalah ini, upaya telah dilakukan untuk meninjau literatur tentang TI di SCM
dan untuk mengembangkan kerangka kerja untuk pengembangan dan implementasi TI
di SCM. Literatur yang tersedia tentang IT di SCM telah ditinjau berdasarkan
komponen utama dari TI mengaktifkan SCM. Meskipun survei literatur ini tidaklah
mendalam, ia berfungsi sebagai dasar yang komprehensif untuk memahami TI di
SCM. klasifikasi ini memiliki tujuan memunculkan faktor terkait yang akan
mendukung praktisi dalam upaya mereka untuk berhasil tercapainya TI – yang
mengaktifkan SCM. Sebagai hasil dari survei literatur, komponen utama dari IT -
mengaktifkan SCM terdiri dari enam bidang utama: (i) perencanaan strategis,
(ii) perusahaan virtual, (iii) e-commerce, (iv) infrastruktur, (v) pengetahuan
dan manajemen TI dan (vi) pelaksanaan. Fondasi baik yang dikembangkan TI dengan mengaktifkan SCM
terletak pada penyusunan faktor dasar perencanaan strategis dan infrastruktur
bagi seluruh pembangunan berasal. TI dalam strategi rantai pasokan perlu
ditentukan oleh eksekutif senior dalam rencana strategis. Manajer senior dan
para perencana harus memahami bahwa pentingnya TI dalam rantai pasokan dan
menyadari bahwa tanpa dukungan sistem TI, sulit untuk menyediakan informasi
untuk membuat keputusan rantai pasokan yang terbaik
Jumat, 15 Januari 2016
PERBEDAAN ETIKA PROFESI AKUNTANSI DENGAN PENGACARA ( ADVOKAT ) – REVISI (TAHUN 2002)
Advokat adalah
orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar
pengadilan dengan syarat-syarat yang telah diatur dalam Pasal 3 UU Advokat.
Advokat memiliki peranan dalam penegakan hukum, sebagai pengawas penegakan
hukum, sebagai penjaga Kekuasaan Kehakiman dan sebagai pekerja
sosial. Selain memiliki peranan, Advokat juga memiliki Hak dan Kewajiban
serta Larangan. Kesemua itu diatur dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2003
Tentang Advokat, yang termuat dalam pasal 14 sampai pasal 21 Undang-undang
tersebut.
Kedudukan
advokat dalam sistem penegakan hukum sebagai penegak hukum dan profesi
terhormat. Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya advokat seharusnya dilengkapi
oleh kewenangan sama dengan halnya dengan penegak hukum lain seperti polisi,
jaksa dan hakim. Kewenangan Advokat dari Segi Kekuasaan Yudisial Advokat
dalam sistem kekuasaan yudisial ditempatkan untuk menjaga dan mewakili
masyarakat. Kewenangan advokat dalam sistem penegakan hukum menjadi sangat
penting guna menjaga ke independensian advokat dalam menjalanakan profesinya
dan juga menghindari adanya.
Sedangkan Dalam
dunia lembaga akuntansi, ada yang namanya kode etik profesi akuntansi.Yaitu
kode etik yang mengatur seorang akuntan profesional harus memiliki Etika
Profesi Akuntansi yang mengikuti kode etik yang digawangi oleh organisasi
profesi akuntansi yaitu Ikatan Akuntan Indonesia ( IAI ). Tujuan dari kode etik
profesi akuntansi ini diantaranya adalah :
- Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
- Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para
anggota.
- Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
- Untuk meningkatkan mutu profesi.
- Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
- Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
- Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan
terjalin erat.
- Menentukan baku standar
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia pada
intinya meliputi 3 bagian:
- Prinsip Etika,
- Aturan Etika, dan
- Interpretasi Aturan Etika
Berikut di bawah ini perbedaan etika
profesi akuntansi dengan etika dari seorang pengacara.
Perbedaan Etika Profesi Akuntansi dan
Pengacara dari Organisasi yang menaunginya :
·
Akuntansi
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia ( IAI ). Kode etik
Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang
memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama
anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik
akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan
atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa
yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika
sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.
Lain hal nya
dengan akuntan publik untuk khususnya kode etik, diawasi oleh Departemen
Keuangan (DepKeu) yang mempunyai aturan sendiri yaitu Peraturan Menteri
Keuangan
(PMK) No.17
Tahun 2008 yang mewajibkan akuntan dalam melaksanakan tugas dari
kliennya berdasarkan SPAP ( Standar Profesi Akuntan Publik ) dan kode etik.
SPAP dan kode etik diterapkan oleh asosiasi profesi berdasarkan
standar Internasional. Misalkan dalam auditing, SPAP berstandar kepada
International Auditing Standart.
Laporan
keuangan mempunyai fungsi yang sangat vital, sehingga harus disajikan dengan
penuh tanggung jawab. Untuk itu, Departemen Keuangan menyusun rancangan
Undang – undang tentang Akuntan Publik dan RUU Laporan Keuangan. RUU
tentang Akuntan Publik didasari pertimbangan untuk profesionalisme dan
integritas profesi akuntan publik. RUU Akuntan Publik terdiri atas 16 Bab
dan 60 Pasal , dengan pokok-pokok mencakup lingkungan jasa akuntan publik,
perijinan akuntan publik, sanksi administratif, dan ketentuan pidana.
Sedangkan kode
etik yang disusun oleh SPAP adalah kode etik International Federations of
Accountants (IFAC) yang diterjemahkan, jadi kode etik ini bukan merupakan hal
yang baru kemudian disesuaikan dengan IFAC, tetapi mengadopsi dari sumber IFAC.
Jadi tidak ada perbedaaan yang signifikan antara kode etik SAP dan IFAC.
Adopsi etika
oleh dewan SPAP tentu sejalan dengan misi para akuntan Indonesia untuk tidak
jago kandang. Apalagi misi Federasi Akuntan Internasional seperti yang disebut
konstitusi adalah melakukan pengembangan perbaikan secara global profesi
akuntan dengan standar harmonis sehingga memberikan pelayanan dengan
kualitas tinggi secara konsisten untuk kepentingan publik. Seorang
anggota IFAC dan KAP tidak boleh menetapkan standar yang kurang tepat
dibandingkan dengan aturan dalam kode etik ini. Akuntan profesional harus
memahami perbedaaan aturan dan pedoman beberapa daerah juridiksi,
kecuali dilarang oleh hukum atau perundang -undangan.
·
Advokat
Pengacara
adalah seseorang atau mereka yang melakukan pekerjaan jasa bantuan hukum
termasuk konsultan hukum yang menjalankan pekerjaannya baik dilakukan di luar
pengadilan dan atau di dalam pengadilan bagi klien sebagai mata
pencahariannya. Berdasarkan kesepakatan bersama dari Dewan Pimpinan Pusat
Ikatan Advokat Indonesia ( IKADIN ) Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Advokat
Indonesia ( A.A.I ) dan Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (
I.P.H.I ), dengan ini disusunlah satu-satunya Kode Etik Profesi
Advokat/Penasehat Hukum – Indonesia.
Kode Etik ini
bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh mereka yang menjalankan profesi
Advokat/Penasehat Hukum sebagai pekerjaannya (sebagai mata pencaharian-nya)
maupun oleh mereka yang bukan Advokat/Penasehat Hukum akan tetapi menjalankan
fungsi sebagai Advokat/Penasehat Hukum atas dasar kuasa insidentil atau yang
dengan diberikan izin secara insidentil dari pengadilan setempat. Pelaksanaan
dan pengawasan Kode Etik ini dilakukan oleh Dewan Kehormatan dari masing-masing
organisasi profesi tersebut, yakni oleh IKADIN/A.A.I/I.P.H.I.
Berikut kami
lampirkan beberapa organisasi advokat yang dapat kami sebutkan : 1.
Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin);
2. Asosiasi
Advokat Indonsia (AAI);
3. Ikatan
Penasihat Hukum Indonesia (IPHI);
4. Himpunan
Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI);
5. Serikat
Pengacara Indonesia (SPI);
6. Himpunan
Konsultan Pasar Modal (HKPM);
7. Badan
Pembelaan & Konsultasi Hukum MKGR (BPKH MKGR)
8. Bina Bantuan
Hukum (BHH);
9. Lembaga
Bantuan & Pengembangan Hukum Kosgoro;
10. Lembaga
Konsultasi & Bantuan Hukum Trisula (LKBH Trisula);
11. Lembaga
Pelayanan & Penyuluan Hukum (LPPH).
Perbedaan Etika Profesi Akuntansi
dengan Advokat dari kode etiknya :
·
Akuntansi
Kode etik
akuntan merupakan norma dan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor
dengan para klien, antara auditor dengan sejawatnya dan antara profesi dengan
masyarakat. Kode etik akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan
bagi seluruh anggota, baik yang berpraktek sebagai auditor, bekerja di
lingkungan usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia
pendidikan. Etika profesional bagi praktek auditor di Indonesia dikeluarkan
oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (Sihwajoni dan Gudono, 2000). Prinsip
perilaku profesional seorang akuntan, yang tidak secara khusus dirumuskan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia tetapi dapat dianggap menjiwai kode perilaku IAI,
berkaitan dengan karakteristik tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang
akuntan.
Prinsip etika yang tercantum dalam kode
etik akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:
·
Tanggung Jawab profesi
Dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam
masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab
kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu
bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan
profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung
jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota
diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
·
Kepentingan Publik
Setiap anggota
berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik,
menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada
publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana
publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit,
pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan
pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam
memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini
menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik.
Kepentingan
publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani
anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah
laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi
masyarakat dan negara. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat
pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi
tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai
tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati
kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota
harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai
profesionalisme yang tinggi.
·
Integritas
Untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas
adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional.
Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan
patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan
berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas
dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
·
Objektivitas
Setiap anggota
harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang
memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas
mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual,
tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau
dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang
berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi.
Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta
konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai
seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas
keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga
mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa
dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan
memelihara obyektivitas.
·
Kompetensi dan Kehati-hatian
Profesional
Setiap anggota
harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik
yang paling mutakhir. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung
jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan
pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian
atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya
pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan
seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam
hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota
wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih
kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing
masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan
memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
·
Kerahasiaan
Setiap anggota
harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi
yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan
mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai
keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat
atau perlu diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati
kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui
jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan
setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
·
Perilaku Profesional
Setiap anggota
harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah
laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai
perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang
lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
·
Standar Teknis
Setiap anggota
harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah
standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional
Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan
yang relevan.
·
Advokat
Kode etik
dibawah ini berdasarkan dengan kode etik yang dibuat oleh Ikatan Advokat
Indonesia ( IKADIN ), Asosiasi Advokat Indonesia ( AAI ), Ikatan Penasehat
Hukum Indonesia (IPHI) Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat
Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan
Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) yang disahkan pada tanggal 22 mei 2002.
BAB III HUBUNGAN DENGAN KLIEN
Pasal 4
a.
Advokat dalam perkara-perkara perdata
harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai.
b. Advokat tidak
dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara
yang sedang diurusnya.
c. Advokat tidak
dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan
menang.
d. Dalam
menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien.
e. Advokat tidak
dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.
f. Advokat dalam
mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti
terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.
g. Advokat harus
menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya.
h. Advokat wajib
memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara
kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan
antara Advokat dan klien itu.
i.
Advokat tidak dibenarkan melepaskan
tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat
tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi
klien yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 huruf a.
j.
Advokat yang mengurus kepentingan
bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari
pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila dikemudian hari timbul
pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
k. Hak retensi
Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian
kepentingan klien.
BAB IV HUBUNGAN DENGAN
TEMAN SEJAWAT
Pasal 5
a. Hubungan antara
teman sejawat Advokat harus dilandasi sikap saling menghormati, saling
menghargai dan saling mempercayai.
b. Advokat jika
membicarakan teman sejawat atau jika berhadapan satu sama lain dalam sidang
pengadilan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara
lisan maupun tertulis.
c. Keberatan-keberatan
terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan Kode
Etik Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak
dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain.
d. Advokat tidak
diperkenankan menarik atau merebut seorang klien dari teman sejawat.
e. Apabila klien
hendak mengganti Advokat, maka Advokat yang baru hanya dapat menerima perkara
itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada Advokat semula dan
berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya apabila masih ada
terhadap Advokat semula.
f. Apabila suatu
perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap Advokat yang baru, maka Advokat
semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang penting untuk
mengurus perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi Advokat terhadap klien
tersebut.
BAB V TENTANG SEJAWAT
ASING
Pasal 6
·
Advokat asing yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku menjalankan profesinya di Indonesia tunduk
kepada serta wajib mentaati Kode Etik ini.
BAB VI CARA BERTINDAK
MENANGANI PERKARA
Pasal 7
a. Surat-surat
yang dikirim oleh Advokat kepada teman sejawatnya dalam suatu perkaradapat
ditunjukkan kepada hakim apabila dianggap perlu kecuali surat-surat yang
bersangkutan dibuat dengan membubuhi catatan “Sans Prejudice “.
b. Isi pembicaraan
atau korespondensi dalam rangka upaya perdamaian antar Advokat akan tetapi
tidak berhasil, tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai bukti dimuka pengadilan.
c. Dalam perkara
perdata yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila
bersama-sama dengan Advokat pihak lawan, dan apabila ia menyampaikan surat,
termasuk surat yang bersifat “ad informandum” maka hendaknya seketika itu
tembusan dari surat tersebut wajib diserahkan atau dikirimkan pula kepada
Advokat pihak lawan.
d. Dalam perkara
pidana yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila
bersama-sama dengan jaksa penuntut umum.
e. Advokat tidak
dibenarkan mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh pihak
lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum dalam perkara pidana.
f. Apabila Advokat
mengetahui, bahwa seseorang telah menunjuk Advokat mengenai suatu perkara
tertentu, maka hubungan dengan orang itu mengenai perkara tertentu tersebut
hanya boleh dilakukan melalui Advokat tersebut.
g. Advokat bebas
mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapat yang dikemukakan dalam sidang
pengadilan dalam rangka pembelaan dalam suatu perkara yang menjadi tanggung
jawabnya baik dalam sidang terbuka maupun dalam sidang tertutup yang
dikemukakan secara proporsional dan tidak berkelebihan dan untuk itu memiliki
imunitas hukum baik perdata maupun pidana.
h. Advokat
mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma ( pro deo )
bagi orang yang tidak mampu.
i.
Advokat wajib menyampaikan
pemberitahuan tentang putusan pengadilan mengenai perkara yang ia
tangani kepada kliennya pada waktunya.
BAB VII KETENTUAN-KETENTUAN
LAIN TENTANG KODE ETIK
Pasal 8
a.
Profesi Advokat adalah profesi yang
mulia dan terhormat (officium nobile), dan karenanya dalam menjalankan profesi
selaku penegak hukum di pengadilan sejajar dengan Jaksa dan Hakim, yang dalam
melaksanakan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan
Kode Etik ini.
b. Pemasangan
iklan semata-mata untuk menarik perhatian orang adalah dilarang termasuk
pemasangan papan nama dengan ukuran dan! atau bentuk yang berlebih-lebihan.
c. Kantor Advokat
atau cabangnya tidak dibenarkan diadakan di suatu tempat yang dapat merugikan
kedudukan dan martabat Advokat.
d. Advokat tidak
dibenarkan mengizinkan orang yang bukan Advokat mencantumkan namanya sebagai
Advokat di papan nama kantor Advokat atau mengizinkan orang yang bukan Advokat
tersebut untuk memperkenalkan dirinya sebagai Advokat.
e. Advokat tidak
dibenarkan mengizinkan karyawan-karyawannya yang tidak berkualifikasiuntuk
mengurus perkara atau memberi nasehat hukum kepada klien dengan lisan atau
dengan tulisan.
f. Advokat tidak
dibenarkan melalui media massa mencari publitas bagi dirinya dan atau untuk
menarik perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakannya sebagai Advokat
mengenai perkara yang sedang atau telah ditanganinya, kecuali apabila
keteranganketerangan yang ia berikan itu bertujuan untuk menegakkan
prinsip-prinsip hukum yang wajib diperjuangkan oleh setiap Advokat.
g. Advokat dapat
mengundurkan diri dari perkara yang akan dan atau diurusnya apabila timbul
perbedaan dan tidak dicapai kesepakatan tentang cara penanganan perkara dengan
kliennya.
h. Advokat yang
sebelumnya pernah menjabat sebagai Hakim atau Panitera dari suatu lembaga
peradilan, tidak dibenarkan untuk memegang atau menangani perkara yang
diperiksa pengadilan tempatnya terakhir bekerja selama 3 (tiga) tahun semenjak
ia berhenti dari pengadilan tersebut.
Sumber :
Nama Kelompok Tugas Softskill 4 eb 16 :
·
Novri Muhammad Hiza ( 23212823 )
·
Marya Yuliana ( 24212469 )
·
Rezky Pratama ( 24212332 )
·
Agustiarini ( 20212406 )
·
Eko Barliata ( 22212424 )
·
Rodin Nurohim ( 26212665 )
·
Dara Zahara Putri ( 21212716 )
·
Afrilia Yuanita ( 20210260 )
·
Febrina Ginting ( 2B215101 )
·
Apriansyah Parapat ( 2B215848 )
·
Muhamad Fachrudin ( 2B215085 )
Langganan:
Postingan (Atom)