Sabtu, 07 Mei 2016

Akuntansi Internasional

KASUS LC FIKTIF BANK BNI DENGAN KARTU KREDIT
Muhamad Fachrudin / 2B215085

Letter of Credit ( LC ) adalah Surat Berharga, yang merupakan alat bayar untuk sesuatu transaksi ekspor-impor, sehingga pengaturan hukum atas Letter of Credit tersebut diatur adalam perjanjian Internasional ( bukan perjanjian Nasional / Indonesia ) yang dikuti oleh semua Negara-negara didunia, yaitu menggunakan UCP.500 (United Custom Practice .500).

Alat Bayar lain yang diatur dalam undang-undang International yaitu, Kartu Kredit (Credit Card), dimana dengan Kartu kredit para pemegangnya dapat melakukan transaksi pembayaran dengan semua pihak yang menjadi Holder dari Bank Penerbit Kartu Kredit tersebut, baik didalam negeri maupun di luar negeri. Dan selain daripada itu mempunyai fungsi yang lain, yaitu untuk mengambil uang tunai/cash sebesar yang tercantum dalam credit limit kartu kredit tersebut.

Secara umum perlakuan verifikasi dari Credit Card dan Letter of Credit adalah sama, yaitu penjual atau bank penjual melakukan verifikasi/authorifikasi kepada Bank Penerbit ( Issuing Bank ), sehingga penjual atau Bank penjual dapat aman melakukan pembayaran terlebih dahulu kepada pemegang LC atau pemegang kartu kredit tersebut.

Pada kasus LC fiktif bank BNI antara Penjual ( Eksportir ) & Pembeli ( Importir ), Issuing Bank, advising Bank & Negotiating Bank telah terjadi kesepakatan terlebih dahulu, dari kesepakatan ini di jadikan solusi dalam kasus tersebut, sbb :



KESEPAKATAN MULTILATERAL / INTERNATIONAL :
Kesepakatan harga, volume, waktu pengiriman dan spesifikasi barang yang akan dibeli. Macam LC yang diterbitkan, persyaratan pencairan didalam LC, tgl diterbitkan, tanggal kadaluarsa.
Bank yang akan menerbitkan LC adalah koresponden dari Bank penjual didalam negeri atau harus ada Bank penjamin didalam negeri ( Advising Bank ) apabila bukan koresponden bank, sehingga dengan adanya Advising Bank, maka Negotiating Bank dapat melakukan pendiskotoan LC tersebut sesuai konvensi yaitu UCP.500.
Penerbitan dan kemudian pengiriman LC harus menggunakan alat verifikasi yang telah disetujui oleh dunia internasional yaitu SWIFT dengan Message Type .700, sehingga LC tersebut dikatakan GENUINE ( benar, baik, betul, akurat dan dapat dipercaya ).

KESEPAKATAN NASIONAL / DALAM NEGERI :
Eksportir atau penjual barang, telah conform dengan Banknya bahwa negotiating bank yang akan digunakan lewat Issuing Bank.
Eksportir dan Bank didalam negeri telah terjadi kesepakatan untuk melakukan pendiskontoan LC yang akan diterima, setiap bank mempunyai aturan yang berbeda dalam rangka pendiskontoan LC ekspor tersebut, tapi yang sama adalah, bahwa Bank mempuinyai HAK REGRES, yaitu hak yang dipunyai oleh Bank di dalam negeri, yaitu apabila Issuing Bank atau Importir tidak membayar kepada Negotiating Bank, karena pendiskontoan yang telah dilakukan, dengan alasan apapun, maka Negotiating Bank dapat meminta pelunasan pembayaran kepada Nasabahnya atau eksportir yang dimaksud.


Pendiskontoan LC ekspor, sama halnya dengan perjanjian kredit pada umumnya, pada saat terjadi wanprestasi di Luar negeri masuk dalam lingkup HUKUM PERDATA.
Apakah penggunaan yang tidak sesuai tentang pemakaian hasil pendiskontoan atau hasil pencairan kredit adalah suatu tindakan pidana? Dalam hal ini Tindakan Pidana Korupsi sesuai UU No.31/1999 jo UU.No.20/2001.
Dalam perjanjian Kredit atau pendiskotoan LC tersebut, Bank pada umumnya telah melakukan prinsip kehati-hatian bank, yaitu meninjau usaha, menilai asset sebagai jaminan pembayaran, sehingga apabila terjadi wanprestasi, Bank tetap aman untuk menerima pengembalian dana yang telah dicairkan kepada nasabah, baik berupa kredit atau pendiskontoan LC.
Dokumen Pendukung disini adalah seolah-olah telah atau akan terjadi pengiriman barang dengan menggunakan Bill of Lading, & dokumen lainnya yang diminta dalam LC, dikarenakan antara Importir dan Eksportir dan juga antara Issuing Bank & Negoriating Bank, sudah terjadi kesepakatan, maka pembayaran tetap  dilakukan pada saat jatuh tempo ( terbukti dari total 82 slip LC, hanya 37 Slip LC yang belum dibayar, itupun karena dikasus pidanakan oleh BNI )

Sabtu, 30 April 2016

PSAK Nomor 1 Tentang Penyajian Laporan Keuangan

Tujuan Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah suatu penyajian laporan keuangan secara terstruktur dari posisi keuangan dan suatu keuangan suatu perusahaan.. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi:
1.      Aset
2.      Laibilitas
3.      Ekuitas
4.      Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian
5.      Kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik
6.      Arus kas.
Komponen Laporan Keuangan Lengkap
Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini:
1.      Laporan posisi keuangan pada akhir periode
2.      Laporan laba rugi komprehensif selama periode
3.      Laporan perubahan ekuitas selama periode
4.      Laporan arus kas selama periode
5.      Catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lainnya

6.      Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya. Entitas diperkenankan menggunakan judul laporan selain yang digunakan dalam Pernyataan ini.

Perpajakan Internasional

Latar Belakang
Perpajakan Internasional merupakan alat untuk mengetahui perbedaan pajak dalam negeri dan memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Adalah merupakan suatu tujuan ekonomi dalam negara untuk memajukan perdagangan di tiap dan antar negara serta  mendorong laju investasi. Dan setiap pemerintah suatu negara  berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan investasi dimana salah satunya adalah dengan melakukan penghindaran pajak berganda. Sehingga yang melatar belakangi suatu pajak internasional dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Indonesia adalah bagian dari dunia Internasional; dalam era globalisasi Indonesia perlu menjalin hubungan dengan negara lain, mengadakan transaksi-transaksi lintas batas yang saling menguntungkan dan mengizinkan entitas asing untuk melakukan kegiatan ekonomi dan memperoleh penghasilan di Indonesia.
2.      Penghasilan entitas asing di dalam negeri bisa menjadi sumber pendapatan pajak bagi Indonesia; Menurut benefit theory of taxation, pemajakan ini bisa dilakukan karena terdapat hubungan (economic attachment) antara Indonesia sebagai negara sumber (Source State)dengan aktivitas yang memberikan penghasilan tersebut.
3.      Penghasilan entitas asing di Indonesia bisa menjadi sumber pendapatan perpajakan bagi negara domisili entitas asing  tersebut; negara yang menjadi domisili entitas asing (residence state) juga berhak atas pajak penghasilan yang bersumber dari luar negaranya karena terdapat keterkaitan antara negara negara dengan subjek pajak dalam negerinya (personal attachment).
4.      Maka diperlukan adanya perjanjian perpajakan internasional yang mengatur pemajakan penghasilan entitas asing didalam negeri dan penghasilan entitas dalam negeri dari luar negeri; Yang bertujuan adalah untuk menghindari terjadinya pemajakan berganda yang memberatkan wajib pajak masing-masing negara.
Sehingga berbicara perpajakan internasional adalah  berbicara suatu permasalahan yang rumit dan complicated karena mencakup hak pemajakan (taxing right) suatu negara. Karena masing-masing negara sangat berkepentingan terhadap kebijakan perpajakan internasional yang baik yang dipilih oleh PBB maupun OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). Hal ini disebabkan karena dalam menyusun Perjanjian Penghindaraan Pajak Berganda (Tax Treaty), maupun kebijakan Perpajakan Internasional dalam UU Domestik, ada 2 (dua) ‘kiblat’ yaitu :
1.      United Nations (UN) Model
2.      OECD Model
Pengertian
Pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasioal maupun kaedah yang berasal dari traktat antarnegara dan dari prinsip yang telah diterima baik oleh Negara-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, baik mengenai subjek maupun mengenai objeknya.
Setiap Negara memiliki peraturan perundang-undangan perpajakan nasional sendiri-sendiri atau yang disebut dengan yurisdiksi nasional, yang masing-masing peraturan perundang-undangan dimaksud memiliki landasan dan filosofi hukum yang berbeda dengan Negara-negara lainnya.
Dalam rangka melakukan investasi di Negara lain maupun dalam rangka suatu Negara menerima investasi dari Negara lain pasti akan terjadi beberapa konflik kepentingan. Sebagai contoh, Indonesia menganut konsep pengakuan penghasilan, yaitu konsep tambahan kemampuan ekonomis atau juga disebut world wide income. Artinya peraturan perundang-undangan pajak penghasilan tidak mempermasalahkan darimana datangnya penghasilan, bagaimana penghasilan tersebut diterima atau diperoleh, dan dalam bentuk apa penghasilan tersebut.
Semua adalah objek pajak penghasilan yang harus dikenakan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Indonesia, baik Wajib Pajak orang pribadi, badan, maupun Bentuk Usaha Tetap. Sehingga ada kemungkinan terjadi benturan (konflik) dalam pengenaan pajak dengan Negara lainyang menganut asas pemajakan berbeda dengan Indonesia, nisalnya Negara yang menganut asas pemajakan kebangsaan (kewarganegaraan). Negara yang menganut asas kebangsaan tidak mempermasalahkan dari mana penghasilan diterima atau diperoleh, seseorang tetap diwajibkan membayar pajak di Negara di mana dia berkebangsaan.
RUANG LINGKUP PERPAJAKAN INTERNASIONAL
Untuk memudahkan dalam pemahaman tentang pajak internasional khususnya  ditinjau dari Subjek dan Objek Pajak, maka  dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) pandangan yaitu :
1.      Taxing Inbound Income ; Pemajakan atas Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari luar negeri.
2.      Taxing Outbound Income ; Pemajakan atas Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari dalam negeri.
Kita mengetahui bahwa negara memiliki kedaulatan untuk mengenakan pajak terhadap setiap penghasilan setiap individu dan terdapat “connecting factors” antara Negara dengan suatu transaksi/peristiwa ekonomi yang menimbulkan penghasilan. Dalam Undang- Undang pajak menerapkan dua prinsip berdasarkan “connecting factors” tersebut yaitu :
1.      Residence Principle (Azas Residensi), Hak Negara mengenakan pajak kepada seseorang (individu atau badan) karena terdapat “personal attachment”, seperti: residensi, domisili, kewarganegaraan, tempat pendirian, tempat kedudukan manajemen. (Worldwide Income).
2.      Source Principle (Azas Sumber), Hak Negara mengenakan pajak kepada seseorang (individu atau badan) karena terdapat“economic attachment” yaitu penghasilan yang bersumber di Negara tersebut.
Beberapa prinsip dalam perpajakan internasional yang salah satunya dikemukakan oleh Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional, yaitu :
1.      Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik): Kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada bedanya bila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di luar negeri, beban pajaknya lebih besar karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini akan melandasi UU PPh Pasal 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.
2.      Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional): Darimana pun investasi berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara. Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test dari peraturan yang berlaku.
3.      National Neutrality: Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.
Beberapa Permasalahan Dalam Perpajakan Internasional
1.      Transfer Pricing: Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari dalam negeri ke perusahaan dengan hubungan istimewa di negara lain yang tarif pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membayar harga penjualan yang lebih rendah dari harga pasar, membiayakan biaya-biaya lebih besar daripada harga yang wajar, thin capitalization (memperbesar utang dengan beban bunga untuk mengurangi laba). Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di Singapura 25%. PT A punya anak perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A dapat digeser ke B Ltd yang tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan uang dengan bunga yang besar, sehingga laba PT A berkurang, memang pendapatan B Ltd bertambah namun tarif pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan PT A menjual rugi (mark down) barang dan jasa (harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B Ltd. Di Indonesia, transfer pricingdicegah dalam UU PPh pasal 18 dimana pihak fiskus berhak mengkoreksi harga transaksi, penghitungan utang sebagai modal dan DER (Debt Equity Ratio).
2.      Reaty Shopping: Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak berganda namun malah memberi kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan pajak dimana-mana. Misalnya: Investasi SBI di bursa singapura dibebaskan pajak. Treaty Shopping diredam dengan ketentuan beneficial owner (penerima manfaat) dalam tax treaty (P3B) baik yang memakai model OECD maupun PBB sehingga tax treaty hanya berlaku bila penerima manfaat yang sebenarnya adalah residen di negara yang menandatangani tax treaty.

3.      Tax Heaven Countries: Negara-negara yang memberikan keringanan pajak secara agresif seperti tarif pajak rendah, pengawasan pajak longgar telah membuat penerimaan pajak dari negara-negara berkembang merosot tajam. Negara tax heaven yang termasuk dalam KMK No.650/KMK04/1994 antara lain Argentina, Bahrain, Saudi Arabia, Mauritius, Hongkong, Caymand Island, dll. Saat ini negara tax heaven sedang dimusuhi dunia internasional, pengawasan tax avoidance (penghindaran pajak) di negara-negara tersebut sedang gencar-gencarnya. Berinvestasi di negara tax heaven beresiko besar terkena koreksi UU PPh Pasal 18.  Lebih baik berinvestasi pada negara dengan tax treaty

Akuntansi Internasional

Nama Kelompok         : Muhamad Fachrudin dan Syifa Ragustia Prabowo
NPM                           : 2B215085 dan 2B215089
Judul                           : Information Systems In Supply Chain Integration and Management
Author                         : A. Gunasekaran
Department of Management, University of Massachusetts, 285 Old      Westport Road, North Dartmouth, MA 02747-2300, USA
                                      E.W.T. Ngai
Department of Management and Marketing, The Hong Kong Polytechnic   University, Hung Hom, Kowloon, Hong Kong, PR China
 Penerbit                      : European Journal of Operational Research 159 (2004) 269–295                                                         Available online 6 November 2003
Masalah
Perusahaan berusaha untuk meningkatkan tingkat ketangkasan mereka dengan tujuan menjadi fleksibel dan responsif untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus berubah. Dalam upaya untuk mencapai hal ini, banyak perusahaan telah terdesentralisasi nilai tambah kegiatan mereka  dengan outsourcing dan mengembangkan perusahaan virtual (VE). Semua ini menyoroti pentingnya teknologi informasi (IT) dalam mengintegrasikan pemasok / kemitraan perusahaan di perusahaan virtual dan rantai pasokan. Supply chain management (SCM) adalah sebuah pendekatan yang telah berkembang dari integrasi pertimbangan ini. SCM didefinisikan sebagai integrasi proses bisnis utama dari pengguna akhir melalui pemasok asli yang menyediakan produk, layanan, dan informasi dan karenanya nilai tambah bagi pelanggan dan stakeholder lainnya (Lambert et al., 1998)
Namun, literatur sangat sedikit mengenai artikel yang berhubungan dengan IT di SCM. Namun, mustahil untuk mencapai rantai pasokan yang efektif tanpa IT. Karena pemasok yang terletak di seluruh dunia, adalah penting untuk mengintegrasikan kegiatan baik dalam dan di luar organisasi. ini membutuhkan sistem informasi yang terintegrasi (IS) untuk berbagi informasi tentang berbagai nilai tambah kegiatan sepanjang rantai pasokan. IT seperti saraf sistem SCM. Ada banyak artikel tentang TI di supply chain. Sebagian besar literatur hanya membahas implikasi dari satu atau dua aspek rantai pasokan, misalnya, strategi, alat dan teknik,tapi tidak secara keseluruhan. Namun, komprehensif.
Survei TI di SCM akan berguna untuk mengidentifikasi faktor penentu keberhasilan TI untuk terintegrasi rantai pasokan. Sayangnya, desain dan penerapan sistem TI yang efektif untuk
SCM belum mendapat perhatian yang memadai baik dari peneliti dan praktisi, khususnya,
bisnis ke bisnis (B2B) e-commerce (EC) dan SCM. Ada banyak perdebatan di sekitar aplikasi
TI dalam bisnis SCM yang menyangkut model bisnis e-commerce, model yang cocok untuk bisnis, dll. Mengingat pentingnya TI dalam mencapai SCM yang efektif, upaya telah dibuat dalam makalah ini untuk meninjau literatur tentang TI di SCM berdasarkan kriteria yang sesuai. Tujuan utama di sini adalah untuk mengidentifikasi isu-isu utama seputar penerapan TI dalam SCM, menggunakan klasifikasi sesuai Skema dan mengembangkan kerangka kerja untuk aplikasi IT dalam SCM. Juga, beberapa penelitian arah masa depan diindikasikan untuk mengembangkan TI terpadu SCM sistem.
Baru-baru ini konsep desain rantai pasokan dan manajemen telah menjadi paradigma operasi populer. Hal ini telah ditingkatkan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang mencakup data elektronik interchange (EDI), Web Internet dan World Wide Web (WWW) untuk mengatasi kompleksitas yang semakin meningkat dari sistem mengemudi hubungan  pembeli-pemasok. Kompleksitas SCM juga telah memaksa perusahaan untuk melakukan system komunikasi online.
Manajemen rantai suplai menekankan manfaat keseluruhan dan jangka panjang dari semua pihak pada rantai melalui kerjasama dan berbagi informasi. Hal ini menandakan pentingnya komunikasi dan penerapan TI dalam SCM. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh variabilitas memesan (Yu et al., 2001). Berbagi informasi antara anggota rantai pasokan menggunakan teknologi EDI harus ditingkatkan untuk mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan kinerja pengiriman pemasok dan sangat meningkatkan kinerja sistem rantai pasokan (Srinivasan et al., 1994).
Berikut ini adalah beberapa masalah yang sering dikutip dalam literatur baik oleh para peneliti dan praktisi ketika mengembangkan IT-terpadu SCM: kurangnya integrasi antara TI model bisnis, kurangnya perencanaan strategis yang tepat, miskin infrastruktur TI, cukup aplikasi TI di perusahaan maya, dan pengetahuan memadai penerapan TI dalam SCM. Tidak ada kerangka kerja komprehensif yang tersedia pada aplikasi TI untuk mencapai suatu SCM yang efektif. Mengingat pentingnya  kerangka kerja, upaya telah dibuat dalam makalah ini untuk mengembangkan suatu kerangka kerja berdasarkan kajian literatur yang lebih sistemik.
Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada isu-isu implementasi TI pada SCM. Implementasi pada SCM ini dapat dilihat dari enam kategori yaitu :
1.      Perencanaan strategis untuk TI dalam SCM.
2.      Perusahaan virtual dan SCM.
3.      E-commerce dan SCM.
4.      Infrastruktur TI dalam SCM.
5.      Pengetahuan dan manajemen TI dalam SCM.
6.      Implementasi TI dalam SCM.
Tujuan
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi isu-isu utama seputar penerapan TI dalam SCM dengan menggunakan klasifikasi sesuai desain dan mengembangkan kerangka kerja untuk aplikasi IT dalam SCM. Juga, beberapa arah penelitian masa depan yang diindikasikan untuk mengembangkan sistem TI dalam SCM terpadu.
Landasan Teori
Literatur yang tersedia (melalui artikel jurnal kebanyakan) pada TI di SCM telah ditinjau untuk aplikasi dan pengembangan berdasarkan skema klasifikasi:
1.      Perencanaan strategis untuk TI dalam SCM.
Perusahaan sekarang fokus pada perencanaan strategis dengan tujuan untuk mengembangkan rencana jangka panjang dan perubahan organisasi mereka dan pada gilirannya untuk meningkatkan daya saing mereka. Perencanaan strategi memerlukan keterlibatan manajemen puncak dengan mempertimbangkan baik eksternal dan faktor internal organisasi. Perencanaan strategis TI harus mendukung tujuan jangka panjang dan tujuan dari SCM baik dari segi fleksibilitas dan tanggap terhadap kebutuhan pasar yang terus berubah. Misalnya, IT akan memfasilitasi pembentukan kemitraan cepat dengan memungkinkan tersedianya informasi yang tepat dan karenanya mengembangkan perusahaan virtual. Restrukturisasi organisasi mungkin diperlukan jika sebuah perusahaan memutuskan untuk pergi untuk sebuah perencanaan sumber daya perusahaan (ERP) sistem seperti SAP, Oracle, PeopleSoft, dan BAAN dengan tujuan membentuk rantai pasokan yang efektif. Ada juga implikasi potensial lainnya seperti investasi di bidang TI dan proses bisnis rekayasa ulang, orientasi pasar, posisi teknologi dan hubungan karyawan, dan karakteristik tenaga kerja. Isu implikasi sosial dan manajemen pengetahuan harus diberikan pertimbangan dalam mengembangkan perencanaan strategis untuk IT di SCM. Namun, adalah penting untuk memprioritaskan dimensi strategis yang mempengaruhi IT di SCM mempertimbangkan struktur organisasi individu. Cerpa dan Verner (1998) menyajikan sebuah studi longitudinal sistem informasi perencanaan proses strategis (ISSP) dalam sebuah organisasi Australia yang besar. Fletcher dan Wright (1996) melaporkan sebuah studi mengenai hubungan antara penggunaan strategis teknologi informasi dalam organisasi jasa keuangan dan konteks strategis di mana penggunaan tersebut dibuat. Kardaras dan Karakostas (1999) menyarankan penggunaan peta kognitif fuzzy sebagai pendekatan alternatif untuk yang sudah ada sistem informasi strategis perencanaan model.
·         Alasan pemasaran penggunaan TI dalam SCM
Untuk bersaing di pasar yang baru, organisasi harus mampu mengkonfigurasi ulang sumber daya untuk memenuhi perubahan kebutuhan. Hal ini membutuhkan organisasi untuk memiliki rantai pasokan yang efektif atau perusahaan yang secara fisik terdistribusi.
·         Ekonomi alasan
Pasar adalah kekuatan pendorong untuk setiap perubahan dalam suatu organisasi. Pasar beberapa faktor seperti kebutuhan pelanggan, pesaing dan organisasi harga memaksa cara mereka mengelola operasi mereka.
·         Organisasi
Perencanaan strategis TI dalam SCM mencakup masalah-masalah organisasi seperti struktur organisasi, kesadaran manajemen puncak, proses bisnis, aliansi strategis, dan teknologi informasi yang mempengaruhi kinerja keseluruhan IT-mengaktifkan SCM
·         Teknologi
Perencanaan strategis melibatkan keputusan yang mempengaruhi kinerja jangka panjang organisasi. Misalnya, kurangnya TI dalam suatu organisasi dapat membuat organisasi usang dan tidak memenuhi syarat untuk menjadi sebagai salah satu mitra dalam perusahaan virtual. Karena karakteristik pasar telah berubah, itu akan sulit untuk bertahan hidup di pasar global tanpa IT-enabled SCM.
2.      Perusahaan virtual dan SCM.
Virtual perusahaan (VE)/ virtual organisasi (VO) didasarkan pada pengembangan jaringan perusahaan kolaboratif dengan kompetensi inti yang diperlukan untuk mencapai pasar pada waktu dengan produk yang tepat. Mengembangkan jaringan perusahaan memerlukan sistem komunikasi untuk mencapai pekerjaan yang kooperatif yang didukung. Hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan berbagai teknologi telekomunikasi.
Virtual Corporation adalah strategi industri untuk penataan dan revitalisasi perusahaan untuk abad ke-21 (Davidow dan Malone, 1992). Lean produksi dan manufaktur tangkas terutama berfokus pada intra-kinerja perusahaan, sementara juga mengakui perlunya dan pentingnya kemitraan dengan pasokan dan pelanggan (Mariotti, 1996). Perusahaan yang diperluas dan perusahaan virtual dapat dilihat dalam konteks kemitraan perusahaan, yang dirancang untuk memfasilitasi kerjasama dan integrasi seluruh rantai nilai (Browne dan Zhang, 1999).
·         Kemitraan
Lewis dan Talalayevsky (1997) berpendapat bahwa aspek manajerial dan budaya dari kemitraan strategis dalam bidang logistik yang melibatkan isu-isu seperti keterbukaan terhadap inovasi dan kepercayaan adalah sama penting sebagai IT.
·         Virtual tim dan rantai pasokan
Desain, pembuatan dan pengiriman produk membutuhkan tingkat yang semakin tinggi pengetahuan dan keahlian dalam rantai pasokan. Virtual bekerja sama adalah mekanisme yang paling tepat untuk menguji hubungan antara semua pihak sepanjang rantai nilai, dibuat di seluruh rantai pasokan didistribusikan, dengan anggota terpisah secara geografis. Pada prinsipnya, virtual bekerja sama dapat memungkinkan komitmen bersama, perasaan kebersamaan, kepercayaan dan kreativitas dan pengambilan keputusan yang cepat untuk beroperasi dalam rantai pasokan. Team Virtual perlu dibangun dengan berkonsentrasi pada proses, bekerja sama dan faktor teknologi.
·         Virtual perusahaan dan IT
Virtual enterprise didasarkan pada aliansi strategis mitra berbasis kompetensi inti. Para mitra dapat tersebar secara geografis baik nasional maupun internasional. Hal ini menjadi lebih rumit untuk mengintegrasikan mitra dengan tujuan yang berbeda dan platform untuk berfungsi. Hal ini dapat dicapai dengan sesuai sistem perencanaan sumber daya perusahaan, termasuk e-commerce dan TI untuk pekerjaan yang yang didukung kooperatif dalam lingkungan perusahaan virtual. Tanpa IT, kita tidak bisa membayangkan pengembangan perusahaan virtual.
3.      E-commerce dan SCM.
EC dapat mengambil berbagai bentuk seperti EDI, langsung link-up dengan pemasok, Internet, Intranet, Extranet, katalog elektronik memesan, dan e-mail. Untuk mendukung berbagi antar-organisasi sumber daya dan kompetensi dalam struktur jaringan, komunikasi dan koordinasi perlu dipertahankan. TI memiliki peran penting untuk memainkan dalam meningkatkan komunikasi dan koordinasi dengan bertindak sebagai enabler (Love, 1996). E-bisnis adalah pembentukan jaringan komputer untuk mencari dan mengambil informasi untuk mendukung pengambilan keputusan bisnis dan kerjasama antar organisasi (Kalakota dan Whinston, 1996). Internet membantu untuk mengelola kegiatan rantai suplai dengan menawarkan informasi tentang apa jenis produk yang diminta, apa yang tersedia di gudang, apa yang ada dalam proses manufaktur, dan apa yang masuk dan keluar fasilitas fisik dan lokasi pelanggan (Lancioni et al. , 2000).
·         Pembelian
Meningkatnya popularitas e-commerce adalah karena banyak manfaat operasional dapat membawa ke praktek pembelian. Contoh dari manfaat tersebut adalah penghematan biaya yang dihasilkan dari transaksi paper berkurang, urutan waktu siklus dan berkurangnya persediaan selanjutnya akibat transmisi cepat informasi terkait pemesanan pembelian, dan peluang ditingkatkan untuk kemitraan pemasok / pembeli melalui pembentukan web bisnis-ke jaringan komunikasi bisnis. Terlepas dari manfaat ini, EC pembelian memiliki masalah serius untuk keberhasilan pelaksanaan sistem cyber pembelian termasuk sejumlah keamanan, hukum, dan masalah keuangan (Min dan Galle, 1999).
·         Operasi
Perdagangan Internet bukan tanpa masalah bagi pemasok. Mereka juga membicarakan beberapa isu interoperabilitas, membangun kepercayaan, keyakinan dan keamanan, dan kebutuhan untuk kerangka peraturan dan hukum. Murillo (2001) membahas implikasi dari e-commerce pada manajemen rantai suplai dan efektivitas. Emiliani dan STEC (2001) membahas syarat dan kondisi untuk lelang online dan kontrak pembelian. Build-to-order (BTO) tidak hanya membutuhkan Just-In-Time (JIT), tetapi juga versi komputer paling canggih dari ERP. Dengan fasilitasi dari real-time komunikasi antara pemasok, fungsi produksi, fungsi pemasaran dan konsumen akhir, e-commerce telah menjadi komponen yang melekat BTO (Doherty, 2000).
Kerangka Kerja
Sebuah kerangka kerja yang disajikan untuk mengidentifikasi implikasi dan aplikasi TI dalam SCM. Kerangka ini didasarkan pada tinjauan literatur tentang TI di SCM. meninjau literatur Kritis membantu untuk mengidentifikasi strategi utama, teknologi yang memungkinkan dan faktor penentu keberhasilan untuk penerapan TI di SCM. Kerangka ini didasarkan pada pengembangan menyusul logis dari diskusi mengenai aplikasi TI dalam SCM :
1.      Literatur yang tersedia (dipilih) pada TI di SCM telah diklasifikasikan berdasarkan sifat  dan aplikasi TI, bidang utama pengambilan keputusan dan strategi yang memungkinkan utama dan teknologi dengan tujuan untuk mencapai potensi penuh dari TI dalam mengembangkan dan mengelola rantai pasokan yang efektif.
2.      Klasifikasi sub literatur ditujukan untuk membantu kedua peneliti dan praktisi dalam mengidentifikasi potensi daerah pembangunan dan faktor penentu keberhasilan untuk keberhasilan penerapan TI dalam SCM.
3.      Selanjutnya, kesenjangan antara teori dan praktek dan alat utama yang digunakan untuk pemodelan dan analisis TI dalam lingkungan rantai pasokan yang dibahas dalam bagian ini.
Masalah-masalah utama yang perlu ditangani ketika mencoba untuk meningkatkan peran TI dalam integrasi rantai pasokan yang dibahas dalam bagian ini sepanjang kriteria yang telah digunakan untuk klasifikasi sastra dan review yang meliputi:
a)      perencanaan strategis untuk IT dalam SCM,
b)      maya perusahaan dan SCM,
c)       e-commerce dan SCM,
d)     infrastruktur TI di SCM,
e)       pengetahuan dan manajemen TI dalam SCM, dan
f)       penerapan TI dalam SCM.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kkualitatif dengan menggunakan survey literature, yaitu mengumpulkan literatur-literatur yang terkait dengan kajian penelitian.
Metodologi
Metode penelitian yang digunakan untuk mengembangkan kerangka kerja bagi keberhasilan penerapan TI dalam SCM adalah survey literatur. Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan literature utama melalui jurnal yang ada di bidang manajemen operasi, rantai pasokan, riset operasi, dan sistem informasi. Dalam penelitian ini, disertasi, buku teks, dan makalah yang tidak dipublikasikan dan prosiding konferensi makalah tidak termasuk dalam survey literatur. Pencarian literatur ditujukan untuk membantu peneliti dan praktisi menerapkan sistem TI yang sukses untuk mencapai SCM yang efektif.
Selain survey literature mengenai TI dalam SCM, alat yang digunakan untuk memodelkan dan menganalisis TI yang digunakan dalam SCM juga disajikan, dimana hal ini berguna untuk para peneliti yang tertarik dalam pemodelan dan analisis berbagai pengambilan keputusan dengan mangacu pada TI dalam SCM.
Pencarian literature dilakukan dengan bantuan e-journal yang tersedia di perpustakaan Hong Kong Polytechnic University, termasuk akses jurnal yang diterbitkan oleh banyak penerbit khususnya di Elsevier, Emerald, dan Taylor&Francis.
Kesimpulan
Artikel ini telah menunjukkan bahwa TI merupakan unsur penting untuk kelangsungan hidup bisnis dan meningkatkan daya saing perusahaan. Sebagai hasil dari tinjauan literatur, kita dapat melihat bahwa TI memiliki pengaruh yang luar biasa pada pencapaian suatu SCM yang efektif. Mengintegrasikan kegiatan rantai pasokan didorong oleh 290 A. Gunasekaran, EWT Ngai/European Journal of 159 Riset Operasional (2004) 269-295 kebutuhan untuk menyederhanakan operasi untuk mencapai kualitas layanan kepada pelanggan. Ada banyak penelitian artikel tentang TI dalam SCM, tapi ada yang kurang tinjauan kritis terhadap literatur dengan tujuan memunculkan sisi faktor terkait yang akan mempengaruhi keberhasilan penerapan TI dalam SCM. Dalam makalah ini, upaya telah dilakukan untuk meninjau literatur tentang TI di SCM dan untuk mengembangkan kerangka kerja untuk pengembangan dan implementasi TI di SCM. Literatur yang tersedia tentang IT di SCM telah ditinjau berdasarkan komponen utama dari TI mengaktifkan SCM. Meskipun survei literatur ini tidaklah mendalam, ia berfungsi sebagai dasar yang komprehensif untuk memahami TI di SCM. klasifikasi ini memiliki tujuan memunculkan faktor terkait yang akan mendukung praktisi dalam upaya mereka untuk berhasil tercapainya TI – yang mengaktifkan SCM. Sebagai hasil dari survei literatur, komponen utama dari IT - mengaktifkan SCM terdiri dari enam bidang utama: (i) perencanaan strategis, (ii) perusahaan virtual, (iii) e-commerce, (iv) infrastruktur, (v) pengetahuan dan manajemen TI dan (vi) pelaksanaan. Fondasi baik  yang dikembangkan TI dengan mengaktifkan SCM terletak pada penyusunan faktor dasar perencanaan strategis dan infrastruktur bagi seluruh pembangunan berasal. TI dalam strategi rantai pasokan perlu ditentukan oleh eksekutif senior dalam rencana strategis. Manajer senior dan para perencana harus memahami bahwa pentingnya TI dalam rantai pasokan dan menyadari bahwa tanpa dukungan sistem TI, sulit untuk menyediakan informasi untuk membuat keputusan rantai pasokan yang terbaik

Jumat, 15 Januari 2016

PERBEDAAN ETIKA PROFESI AKUNTANSI DENGAN PENGACARA ( ADVOKAT ) – REVISI (TAHUN 2002)



Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan dengan syarat-syarat yang telah diatur dalam Pasal 3 UU Advokat. Advokat memiliki peranan dalam penegakan hukum, sebagai pengawas penegakan hukum, sebagai penjaga Kekuasaan Kehakiman dan sebagai pekerja sosial. Selain memiliki peranan, Advokat juga memiliki Hak dan Kewajiban serta Larangan. Kesemua itu diatur dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 Tentang Advokat, yang termuat dalam pasal 14 sampai pasal 21 Undang-undang tersebut.

Kedudukan advokat dalam sistem penegakan hukum sebagai penegak hukum dan profesi terhormat. Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya advokat seharusnya dilengkapi oleh kewenangan sama dengan halnya dengan penegak hukum lain seperti polisi, jaksa dan hakim. Kewenangan Advokat dari Segi Kekuasaan Yudisial Advokat dalam sistem kekuasaan yudisial ditempatkan untuk menjaga dan mewakili masyarakat. Kewenangan advokat dalam sistem penegakan hukum menjadi sangat penting guna menjaga ke independensian advokat dalam menjalanakan profesinya dan juga menghindari adanya.

Sedangkan Dalam dunia lembaga akuntansi, ada yang namanya kode etik profesi akuntansi.Yaitu kode etik yang mengatur seorang akuntan profesional harus memiliki Etika Profesi Akuntansi yang mengikuti kode etik yang digawangi oleh organisasi profesi akuntansi yaitu Ikatan Akuntan Indonesia ( IAI ). Tujuan dari kode etik profesi akuntansi ini diantaranya adalah :

  • Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
  • Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
  • Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
  • Untuk meningkatkan mutu profesi.
  • Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
  • Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
  • Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
  • Menentukan baku standar

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia pada intinya meliputi 3 bagian:
  1. Prinsip Etika,
  2. Aturan Etika, dan
  3. Interpretasi Aturan Etika

Berikut di bawah ini perbedaan etika profesi akuntansi dengan etika dari seorang pengacara.

Perbedaan Etika Profesi Akuntansi dan Pengacara dari Organisasi yang menaunginya :

·         Akuntansi

Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik  profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia ( IAI ). Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan  masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa     yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur   dalam kode etik profesi.

Lain hal nya dengan akuntan publik untuk khususnya kode etik, diawasi oleh Departemen Keuangan (DepKeu) yang mempunyai aturan sendiri yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.17 Tahun 2008 yang mewajibkan akuntan dalam melaksanakan tugas dari    kliennya berdasarkan SPAP ( Standar Profesi Akuntan Publik ) dan kode etik. SPAP dan kode  etik diterapkan oleh asosiasi profesi berdasarkan standar Internasional. Misalkan dalam auditing, SPAP berstandar kepada International Auditing Standart.

Laporan keuangan mempunyai fungsi yang sangat vital, sehingga harus disajikan dengan  penuh tanggung jawab. Untuk itu, Departemen Keuangan menyusun rancangan Undang – undang tentang Akuntan Publik dan RUU Laporan Keuangan. RUU tentang Akuntan Publik  didasari pertimbangan untuk profesionalisme dan integritas profesi akuntan publik. RUU Akuntan Publik terdiri atas 16 Bab dan 60 Pasal , dengan pokok-pokok mencakup lingkungan jasa akuntan publik, perijinan akuntan publik, sanksi administratif, dan ketentuan pidana.

Sedangkan kode etik yang disusun oleh SPAP adalah kode etik International Federations of Accountants (IFAC) yang diterjemahkan, jadi kode etik ini bukan merupakan hal yang baru kemudian disesuaikan dengan IFAC, tetapi mengadopsi dari sumber IFAC. Jadi tidak ada perbedaaan yang signifikan antara kode etik SAP dan IFAC.

Adopsi etika oleh dewan SPAP tentu sejalan dengan misi para akuntan Indonesia untuk tidak jago kandang. Apalagi misi Federasi Akuntan Internasional seperti yang disebut konstitusi adalah melakukan pengembangan perbaikan secara global profesi akuntan dengan standar harmonis sehingga memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi secara konsisten untuk  kepentingan publik. Seorang anggota IFAC dan KAP tidak boleh menetapkan standar yang kurang tepat  dibandingkan dengan aturan dalam kode etik ini. Akuntan profesional harus memahami   perbedaaan aturan dan pedoman beberapa daerah juridiksi, kecuali dilarang oleh hukum atau perundang -undangan.

 

·         Advokat

Pengacara adalah seseorang atau mereka yang melakukan pekerjaan jasa bantuan hukum termasuk konsultan hukum yang menjalankan pekerjaannya baik dilakukan di luar pengadilan dan atau di dalam pengadilan bagi klien sebagai mata pencahariannya. Berdasarkan kesepakatan bersama dari Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Advokat Indonesia ( IKADIN ) Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Advokat Indonesia ( A.A.I ) dan Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Penasehat Hukum Indonesia ( I.P.H.I ), dengan ini disusunlah satu-satunya Kode Etik Profesi Advokat/Penasehat Hukum – Indonesia.

Kode Etik ini bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh mereka yang menjalankan profesi Advokat/Penasehat Hukum sebagai pekerjaannya (sebagai mata pencaharian-nya) maupun oleh mereka yang bukan Advokat/Penasehat Hukum akan tetapi menjalankan fungsi sebagai Advokat/Penasehat Hukum atas dasar kuasa insidentil atau yang dengan diberikan izin secara insidentil dari pengadilan setempat. Pelaksanaan dan pengawasan Kode Etik ini dilakukan oleh Dewan Kehormatan dari masing-masing organisasi profesi tersebut, yakni oleh IKADIN/A.A.I/I.P.H.I.

Berikut kami lampirkan beberapa  organisasi advokat yang dapat kami sebutkan :  1. Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin);

2. Asosiasi Advokat Indonsia (AAI);

3. Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI);

4. Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI);

5. Serikat Pengacara Indonesia (SPI);

6. Himpunan Konsultan Pasar Modal (HKPM);

7. Badan Pembelaan & Konsultasi Hukum MKGR (BPKH MKGR)

8. Bina Bantuan Hukum (BHH);

9. Lembaga Bantuan & Pengembangan Hukum Kosgoro;

10. Lembaga Konsultasi & Bantuan Hukum Trisula (LKBH Trisula);

11. Lembaga Pelayanan & Penyuluan Hukum (LPPH).

Perbedaan Etika Profesi Akuntansi dengan Advokat dari kode etiknya :

·         Akuntansi

Kode etik akuntan merupakan norma dan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan para klien, antara auditor dengan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Kode etik akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktek sebagai auditor, bekerja di lingkungan usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan. Etika profesional bagi praktek auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (Sihwajoni dan Gudono, 2000). Prinsip perilaku profesional seorang akuntan, yang tidak secara khusus dirumuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tetapi dapat dianggap menjiwai kode perilaku IAI, berkaitan dengan karakteristik tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan.

Prinsip etika yang tercantum dalam kode etik akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:

·         Tanggung Jawab profesi

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.

·         Kepentingan Publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik.

Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.

·         Integritas

Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.

·         Objektivitas

Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.

·         Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.

·         Kerahasiaan

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.

·         Perilaku Profesional

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

·         Standar Teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.

·         Advokat

Kode etik dibawah ini berdasarkan dengan kode etik yang dibuat oleh Ikatan Advokat Indonesia ( IKADIN ), Asosiasi Advokat Indonesia ( AAI ), Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI) Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) yang disahkan pada tanggal 22 mei 2002.

BAB III HUBUNGAN DENGAN KLIEN

Pasal 4

a.       Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai.

b.      Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.

c.       Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang.

d.      Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien.

e.       Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.

f.       Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.

g.      Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya.

h.      Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara Advokat dan klien itu.

i.        Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a.

j.        Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila dikemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

k.      Hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian kepentingan klien.

BAB IV HUBUNGAN DENGAN TEMAN SEJAWAT

Pasal 5

a.       Hubungan antara teman sejawat Advokat harus dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai.

b.      Advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika berhadapan satu sama lain dalam sidang pengadilan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara lisan maupun tertulis.

c.       Keberatan-keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan Kode Etik Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain.

d.      Advokat tidak diperkenankan menarik atau merebut seorang klien dari teman sejawat.

e.       Apabila klien hendak mengganti Advokat, maka Advokat yang baru hanya dapat menerima perkara itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada Advokat semula dan berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya apabila masih ada terhadap Advokat semula.

f.       Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap Advokat yang baru, maka Advokat semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang penting untuk mengurus perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi Advokat terhadap klien tersebut.

BAB V TENTANG SEJAWAT ASING

Pasal 6

·         Advokat asing yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku menjalankan profesinya di Indonesia tunduk kepada serta wajib mentaati Kode Etik ini.

BAB VI CARA BERTINDAK MENANGANI PERKARA

Pasal 7

a.       Surat-surat yang dikirim oleh Advokat kepada teman sejawatnya dalam suatu perkaradapat ditunjukkan kepada hakim apabila dianggap perlu kecuali surat-surat yang bersangkutan dibuat dengan membubuhi catatan “Sans Prejudice “.

b.      Isi pembicaraan atau korespondensi dalam rangka upaya perdamaian antar Advokat akan tetapi tidak berhasil, tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai bukti dimuka pengadilan.

c.       Dalam perkara perdata yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan Advokat pihak lawan, dan apabila ia menyampaikan surat, termasuk surat yang bersifat “ad informandum” maka hendaknya seketika itu tembusan dari surat tersebut wajib diserahkan atau dikirimkan pula kepada Advokat pihak lawan.

d.      Dalam perkara pidana yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan jaksa penuntut umum.

e.       Advokat tidak dibenarkan mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum dalam perkara pidana.

f.       Apabila Advokat mengetahui, bahwa seseorang telah menunjuk Advokat mengenai suatu perkara tertentu, maka hubungan dengan orang itu mengenai perkara tertentu tersebut hanya boleh dilakukan melalui Advokat tersebut.

g.      Advokat bebas mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapat yang dikemukakan dalam sidang pengadilan dalam rangka pembelaan dalam suatu perkara yang menjadi tanggung jawabnya baik dalam sidang terbuka maupun dalam sidang tertutup yang dikemukakan secara proporsional dan tidak berkelebihan dan untuk itu memiliki imunitas hukum baik perdata maupun pidana.

h.      Advokat mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma ( pro deo ) bagi orang yang tidak mampu.

i.        Advokat wajib menyampaikan pemberitahuan tentang putusan pengadilan mengenai perkara yang ia tangani kepada kliennya pada waktunya.

BAB VII KETENTUAN-KETENTUAN LAIN TENTANG KODE ETIK

Pasal 8

a.       Profesi Advokat adalah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile), dan karenanya dalam menjalankan profesi selaku penegak hukum di pengadilan sejajar dengan Jaksa dan Hakim, yang dalam melaksanakan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik ini.

b.      Pemasangan iklan semata-mata untuk menarik perhatian orang adalah dilarang termasuk pemasangan papan nama dengan ukuran dan! atau bentuk yang berlebih-lebihan.

c.       Kantor Advokat atau cabangnya tidak dibenarkan diadakan di suatu tempat yang dapat merugikan kedudukan dan martabat Advokat.

d.      Advokat tidak dibenarkan mengizinkan orang yang bukan Advokat mencantumkan namanya sebagai Advokat di papan nama kantor Advokat atau mengizinkan orang yang bukan Advokat tersebut untuk memperkenalkan dirinya sebagai Advokat.

e.       Advokat tidak dibenarkan mengizinkan karyawan-karyawannya yang tidak berkualifikasiuntuk mengurus perkara atau memberi nasehat hukum kepada klien dengan lisan atau dengan tulisan.

f.       Advokat tidak dibenarkan melalui media massa mencari publitas bagi dirinya dan atau untuk menarik perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakannya sebagai Advokat mengenai perkara yang sedang atau telah ditanganinya, kecuali apabila keteranganketerangan yang ia berikan itu bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum yang wajib diperjuangkan oleh setiap Advokat.

g.      Advokat dapat mengundurkan diri dari perkara yang akan dan atau diurusnya apabila timbul perbedaan dan tidak dicapai kesepakatan tentang cara penanganan perkara dengan kliennya.

h.      Advokat yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Hakim atau Panitera dari suatu lembaga peradilan, tidak dibenarkan untuk memegang atau menangani perkara yang diperiksa pengadilan tempatnya terakhir bekerja selama 3 (tiga) tahun semenjak ia berhenti dari pengadilan tersebut.

Sumber :


Nama Kelompok Tugas Softskill 4 eb 16 :

·         Novri Muhammad Hiza          ( 23212823 )

·         Marya Yuliana                        ( 24212469 )

·         Rezky Pratama                        ( 24212332 )

·         Agustiarini                              ( 20212406 )

·         Eko Barliata                            ( 22212424 )

·         Rodin Nurohim                       ( 26212665 )

·         Dara Zahara Putri                    ( 21212716 )

·         Afrilia Yuanita                        ( 20210260 )

·         Febrina Ginting                       ( 2B215101 )

·         Apriansyah Parapat                 ( 2B215848 )

·         Muhamad Fachrudin               ( 2B215085 )