Etika Profesi Akuntan
Etika
bisnis merupakan suatu rangkaian prinsip/aturan/norma yang harus diikuti
apabila menjalankan bisnis. Etika bisnis terkait dengan masalah penilaian
terhadap kegiatan dan perilaku bisnis yang mengacu pada kebenaran atau
kejujuran berusaha (bisnis). Kebenaran disini yang dimaksud adalah etika
standar yang secara umum dapat diterima dan diakui prinsip-prinsipnya baik oleh
masyarakat, perusahaan dan individu. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang
baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan
berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan
dengan hukum dan peraturan yang berlaku
1. Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi
Perilaku Etika
Lingkungan
bisnis adalah segala sesuatu yang mempengaruhi aktivitas bisnis dalam suatu
lembaga organisasi atau perubahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan
bisnis adalah :
1. Lingkungan
Internal
Segala
sesuatu didalam organisasi atau perusahaan yang akan mempengaruhi organisasi
atau perusahaan tersebut.
2. Lingkungan
Eksternal
Segala
sesuatu di luar batas-batas organisasi atau perusahaan yang mempengaruhi
organisasi atau perusahaan.
Perubahan
lingkungan bisnis yang semakin tidak menentu dan situasi bisnis yang
semakinkomperatif menimbulkan pesaingan yang semakin tajam, ini di tandai
dengan semakin banyaknya perusahaan milik pemerintah atau swasta yang didirikan
baik itu perusahaan berskala besar, perusahaan menengah, maupun perusahaan
berskala kecil.
Tujuan
dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang. Untuk
melakukan itu, penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka
dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan.Perilaku karyawan,
bagaimanapun, dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis.Pemilik usaha
kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku
karyawan yang dapat sinyal masalah, antara lain :
A. Budaya
Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan dampak bagaimana
karyawan melakukan diri dengan rekan kerja, pelanggan dan pemasok. Lebih dari
sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap manajemen terhadap
karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi / pemberdayaan yang
diberikan kepada karyawan. "Nada di atas" sering digunakan untuk
menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat membantu
karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif dapat
menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau vandalisme.
B. Ekonomi
Lokal
Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya
dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan
ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka
dan kinerja cermin itu. Di sisi lain, saat-saat yang sulit danpengangguran yang
tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang memegang pekerjaan
mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan
dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan, bagaimanapun, rasa takut kehilangan
pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong untuk melakukan yang lebih baik.
C. Reputasi
Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan
mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang
karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya
mungkin juga seperti itu. Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika
perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan
lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok
berharap bahwa dari mereka
D. Persaingan
di Industri
Tingkat daya saing dalam suatu industri dapat
berdampak etika dari kedua manajemen dan karyawan, terutama dalam situasi di
mana kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam lingkungan yang sangat
kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan pemasok dapat menyelinap ke
bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih banyak pekerjaan. Dalam
industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru tidak masalah, karyawan
tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka menyisihkan untuk
mengejar uang.
Terdapat
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perilaku etika dalambisnis yang
nampak pada ilustrasi berikut :
1. Lingkungan
Bisnis
Seringkali
para eksekutif perusahaan dihadapkan pada suatu dilema yangmenekannya, seperti
misalnya harus mengejar kuota penjualan, menekan ongkos-ongkos, peningkatan
efrisiensi dan bersaing. Dipihak lain eksekutif perusahaan jugaharus
bertanggung jawab terhadap masyarakat agar kualitas barang terjaga, harga
barang terjangkau. Disini nampak terdapat dua hal yang bertentangan harus
dijalankan misalnya, menekan ongkos dan efisiensi tetapi harus tetap
meningkatkan kualitas produk. Eksekutif perusahaan harus pandai mengambil
keputusan etis yang tidak merugikan perusahaan.
2. Organisasi
Secara
umum, anggota organisasi itu sendiri saling mempengaruhi satu dengan yang
lainnya (proses interaktif). Dilain pihak organisasi terhadap individu harus
tetap berprilaku etis, misalnya masalah pengupahan, jam kerja maksimum.
3. Individu
Seseorang
yang memiliki filosofi moral, dalam bekerja dan berinteraksi dengan sesama akan
berprilaku etis. Prinsip-prinsip yang diterima secara umum dapat dipelajari
(diperoleh dari interaksi dengan teman, keluarga, dan kenalan. Dalam bekerja,
individu harus memiliki tanggung jawab moral terhadap hasil pekerjaannya yang
menjaga kehormatan profesinya. Bahkan beberapa profesi memiliki kode etik
tertentu dalam pekerjaan.
Kode
etik diperlukan untuk hal seperti berikut :
a.
Untuk menjaga keselarasan dan
konsistensi antara gaya manajemen strategis dan kebijakan dalam pengembangan
usaha di satu pabrik dengan pengembangan social ekonomi dipihak lain.
b.
Untuk menciptakan iklim usaha yang
bergairah dan suasana persaingan yangsehat.
c.
Untuk mewujudkan integritas perusahaan
terhadap lingkungan, masyarakat dan pemerintah.
d.
Untuk menciptakan keterangan, kenyamanan
dan keamanan batin bagi perusahaan / investor serta bagi para karyawan.
e.
Untuk dapat mengangkat harkat perusahaan
nasional di dunia perdagangan internasional.
2. Saling Ketergantungan antara Bisnis
dengan Masyarakat
Bisnis
melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai
stakeholders, yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing,
pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan
semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan,
penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang
sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis.
Lingkungan
bisnis yang mempengaruhi perilaku etika adalah lingkungan makro dan lingkungan
mikro. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma
yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa
dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya,
baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap
masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola
hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika
bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif.
Etika bisnis
merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari
dalamperusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah
etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. bisnis dengan masyarakat umum juga
memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis.Etika pergaulan bisnis
dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah :
a. Hubungan
antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan antara bisnis dengan langgananya adalah
hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga
etika pergaulanya secara baik. Adapun pergaulannya dengan langganan ini dapat
disebut disini misalnya saja :Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit
untuk membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.Bungkus
atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya,Pemberian
servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi
suatu bisnis.
b. Hubungan
dengan karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk
memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan
karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni :
Penarikan (recruitment), Latihan (training),
Promosi
atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau
pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
c. Hubungan
antar bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan
yang satu dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara
perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun
distributor.
d. Hubungan
dengan investor
Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan
terutama yang akan atau telah “go publik” harus menjaga pemberian informasi
yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor atau calon
investornya. prospek perusahan yang go public tersebut. Jangan sampai terjadi
adanya manipulasi atau penipuan terhadap informasi terhadap hal ini.
e. Hubungan
dengan lembaga-lembaga keuangan
Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan terutama
pajak pada umumnya merupakanhubungan pergaulan yang bersifat finansial.
3. Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Berikut
perkembangan etika bisnis:
a.
Situasi Dahulu
Pada awal
sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan
membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
b.
Masa Peralihan: tahun 1960-an
Ditandai
pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi
mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan).
Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu
dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and
Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social
responsibility.
c.
Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
Sejumlah
filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis
dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang
sedang meliputi dunia bisnis di AS.
d.
Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun
1980-an
Di
Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun
kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta
sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
e.
Etika Bisnis menjadi Fenomena Global:
tahun 1990-an
Tidak
terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh
dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and
Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Profesi
Akuntan publik bisa dikatakan sebagai salah satu profesi kunci di era
globalisasi untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu
kesiapan yang menyangkut profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus
dipunyai oleh setiap anggota profesi yaitu : keahlian, berpengetahuan dan
berkarakter. Karakter menunjukan personality seorang profesional yang
diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan etisnya. Sikap dan tindakan
etis akuntan publik akan sangat menentukan posisinya di masyarakat pemakai jasa
profesionalnya. Profesi juga dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan
untuk mendapatkan nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan
yang tinggi serta dengan melibatkan komitmen pribadi yang mendalam. Untuk menegakkan
akuntansi sebagai sebuah profesi yang etis, dibutuhkan etika profesi dalam
mengatur kegiatan profesinya. Etika profesi itu sendiri, dalam kerangka etika
merupakan bagian dari etika sosial. Karena etika profesi menyangkut etika
sosial, berarti profesi (dalam hal ini profesi akuntansi) dalam kegiatannya
pasti berhubungan dengan orang/pihak lain (publik). Dalam menjaga hubungan baik
dengan pihak lain tersebut akuntan haruslah dapat menjaga kepercayaan
publik.
Dalam
kenyataannya, banyak akuntan yang tidak memahami kode etik profesinya sehingga
dalam prakteknya mereka banyak melanggar kode etik. Hal ini menyebabkan
menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap profesi akuntansi. Kondisi ini
diperburuk dengan adanya perilaku beberapa akuntan yang sengaja melanggar kode
etik profesinya demi memenuhi kepentingan mereka sendiri.
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan
pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi
dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat
atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi
sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan
mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai
profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu: kompetensi, objektif dan
mengutamakan integritas. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak
akan berfungsi dengan baik. kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis,
dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai
shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka
hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap
berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.
Dalam
menciptakan etika bisnis, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan
hal sebagai berikut :
1. Pengendalian
Diri
Artinya,
pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak
memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku
bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau
memakan pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Kalau keuntungan
yang diperoleh merupakan hak bagi pelaku
bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat
sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etik”.
2. Pengembangan
Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku
bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya
dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks
lagi.
3. Mempertahankan
Jati Diri
Mempertahankan
jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan
informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Namun demikian bukan berarti etika bisnis
anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu
harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan
tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan
teknologi.
4. Menciptakan
Persaingan yang Sehat
Persaingan
dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi
persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat
jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah,
sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect
terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu
ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan
Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”
Dunia
bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi
perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
6. Menghindari
Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
Jika
pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan
terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk
permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan
nama bangsa dan negara.
7. Mampu
Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya,
kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai
contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece”
dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. juga
jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada
pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan
Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha
Untuk
menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada sikap saling percaya
(trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga
pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah
besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak
golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak
menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen
dan Konsisten dengan Aturan main Bersama
Semua
konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila
setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa?
Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik
pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan”
demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu
demi satu.
10. Memelihara
Kesepakatan
Memelihara
kesepakatan atau menumbuh kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa
yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika
etika ini telah dimiliki oleh semua pihak,
jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Menuangkan
ke dalam Hukum Positif
Perlunya
sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi
Peraturan Perundang-undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari
etika bisnis tersebut,seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.
Sumber: