Sabtu, 30 April 2016

PSAK Nomor 1 Tentang Penyajian Laporan Keuangan

Tujuan Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah suatu penyajian laporan keuangan secara terstruktur dari posisi keuangan dan suatu keuangan suatu perusahaan.. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi:
1.      Aset
2.      Laibilitas
3.      Ekuitas
4.      Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian
5.      Kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik
6.      Arus kas.
Komponen Laporan Keuangan Lengkap
Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini:
1.      Laporan posisi keuangan pada akhir periode
2.      Laporan laba rugi komprehensif selama periode
3.      Laporan perubahan ekuitas selama periode
4.      Laporan arus kas selama periode
5.      Catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lainnya

6.      Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya. Entitas diperkenankan menggunakan judul laporan selain yang digunakan dalam Pernyataan ini.

Perpajakan Internasional

Latar Belakang
Perpajakan Internasional merupakan alat untuk mengetahui perbedaan pajak dalam negeri dan memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Adalah merupakan suatu tujuan ekonomi dalam negara untuk memajukan perdagangan di tiap dan antar negara serta  mendorong laju investasi. Dan setiap pemerintah suatu negara  berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan investasi dimana salah satunya adalah dengan melakukan penghindaran pajak berganda. Sehingga yang melatar belakangi suatu pajak internasional dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Indonesia adalah bagian dari dunia Internasional; dalam era globalisasi Indonesia perlu menjalin hubungan dengan negara lain, mengadakan transaksi-transaksi lintas batas yang saling menguntungkan dan mengizinkan entitas asing untuk melakukan kegiatan ekonomi dan memperoleh penghasilan di Indonesia.
2.      Penghasilan entitas asing di dalam negeri bisa menjadi sumber pendapatan pajak bagi Indonesia; Menurut benefit theory of taxation, pemajakan ini bisa dilakukan karena terdapat hubungan (economic attachment) antara Indonesia sebagai negara sumber (Source State)dengan aktivitas yang memberikan penghasilan tersebut.
3.      Penghasilan entitas asing di Indonesia bisa menjadi sumber pendapatan perpajakan bagi negara domisili entitas asing  tersebut; negara yang menjadi domisili entitas asing (residence state) juga berhak atas pajak penghasilan yang bersumber dari luar negaranya karena terdapat keterkaitan antara negara negara dengan subjek pajak dalam negerinya (personal attachment).
4.      Maka diperlukan adanya perjanjian perpajakan internasional yang mengatur pemajakan penghasilan entitas asing didalam negeri dan penghasilan entitas dalam negeri dari luar negeri; Yang bertujuan adalah untuk menghindari terjadinya pemajakan berganda yang memberatkan wajib pajak masing-masing negara.
Sehingga berbicara perpajakan internasional adalah  berbicara suatu permasalahan yang rumit dan complicated karena mencakup hak pemajakan (taxing right) suatu negara. Karena masing-masing negara sangat berkepentingan terhadap kebijakan perpajakan internasional yang baik yang dipilih oleh PBB maupun OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). Hal ini disebabkan karena dalam menyusun Perjanjian Penghindaraan Pajak Berganda (Tax Treaty), maupun kebijakan Perpajakan Internasional dalam UU Domestik, ada 2 (dua) ‘kiblat’ yaitu :
1.      United Nations (UN) Model
2.      OECD Model
Pengertian
Pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasioal maupun kaedah yang berasal dari traktat antarnegara dan dari prinsip yang telah diterima baik oleh Negara-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, baik mengenai subjek maupun mengenai objeknya.
Setiap Negara memiliki peraturan perundang-undangan perpajakan nasional sendiri-sendiri atau yang disebut dengan yurisdiksi nasional, yang masing-masing peraturan perundang-undangan dimaksud memiliki landasan dan filosofi hukum yang berbeda dengan Negara-negara lainnya.
Dalam rangka melakukan investasi di Negara lain maupun dalam rangka suatu Negara menerima investasi dari Negara lain pasti akan terjadi beberapa konflik kepentingan. Sebagai contoh, Indonesia menganut konsep pengakuan penghasilan, yaitu konsep tambahan kemampuan ekonomis atau juga disebut world wide income. Artinya peraturan perundang-undangan pajak penghasilan tidak mempermasalahkan darimana datangnya penghasilan, bagaimana penghasilan tersebut diterima atau diperoleh, dan dalam bentuk apa penghasilan tersebut.
Semua adalah objek pajak penghasilan yang harus dikenakan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Indonesia, baik Wajib Pajak orang pribadi, badan, maupun Bentuk Usaha Tetap. Sehingga ada kemungkinan terjadi benturan (konflik) dalam pengenaan pajak dengan Negara lainyang menganut asas pemajakan berbeda dengan Indonesia, nisalnya Negara yang menganut asas pemajakan kebangsaan (kewarganegaraan). Negara yang menganut asas kebangsaan tidak mempermasalahkan dari mana penghasilan diterima atau diperoleh, seseorang tetap diwajibkan membayar pajak di Negara di mana dia berkebangsaan.
RUANG LINGKUP PERPAJAKAN INTERNASIONAL
Untuk memudahkan dalam pemahaman tentang pajak internasional khususnya  ditinjau dari Subjek dan Objek Pajak, maka  dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) pandangan yaitu :
1.      Taxing Inbound Income ; Pemajakan atas Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari luar negeri.
2.      Taxing Outbound Income ; Pemajakan atas Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari dalam negeri.
Kita mengetahui bahwa negara memiliki kedaulatan untuk mengenakan pajak terhadap setiap penghasilan setiap individu dan terdapat “connecting factors” antara Negara dengan suatu transaksi/peristiwa ekonomi yang menimbulkan penghasilan. Dalam Undang- Undang pajak menerapkan dua prinsip berdasarkan “connecting factors” tersebut yaitu :
1.      Residence Principle (Azas Residensi), Hak Negara mengenakan pajak kepada seseorang (individu atau badan) karena terdapat “personal attachment”, seperti: residensi, domisili, kewarganegaraan, tempat pendirian, tempat kedudukan manajemen. (Worldwide Income).
2.      Source Principle (Azas Sumber), Hak Negara mengenakan pajak kepada seseorang (individu atau badan) karena terdapat“economic attachment” yaitu penghasilan yang bersumber di Negara tersebut.
Beberapa prinsip dalam perpajakan internasional yang salah satunya dikemukakan oleh Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional, yaitu :
1.      Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik): Kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada bedanya bila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di luar negeri, beban pajaknya lebih besar karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini akan melandasi UU PPh Pasal 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.
2.      Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional): Darimana pun investasi berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara. Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test dari peraturan yang berlaku.
3.      National Neutrality: Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.
Beberapa Permasalahan Dalam Perpajakan Internasional
1.      Transfer Pricing: Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari dalam negeri ke perusahaan dengan hubungan istimewa di negara lain yang tarif pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membayar harga penjualan yang lebih rendah dari harga pasar, membiayakan biaya-biaya lebih besar daripada harga yang wajar, thin capitalization (memperbesar utang dengan beban bunga untuk mengurangi laba). Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di Singapura 25%. PT A punya anak perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A dapat digeser ke B Ltd yang tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan uang dengan bunga yang besar, sehingga laba PT A berkurang, memang pendapatan B Ltd bertambah namun tarif pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan PT A menjual rugi (mark down) barang dan jasa (harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B Ltd. Di Indonesia, transfer pricingdicegah dalam UU PPh pasal 18 dimana pihak fiskus berhak mengkoreksi harga transaksi, penghitungan utang sebagai modal dan DER (Debt Equity Ratio).
2.      Reaty Shopping: Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak berganda namun malah memberi kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan pajak dimana-mana. Misalnya: Investasi SBI di bursa singapura dibebaskan pajak. Treaty Shopping diredam dengan ketentuan beneficial owner (penerima manfaat) dalam tax treaty (P3B) baik yang memakai model OECD maupun PBB sehingga tax treaty hanya berlaku bila penerima manfaat yang sebenarnya adalah residen di negara yang menandatangani tax treaty.

3.      Tax Heaven Countries: Negara-negara yang memberikan keringanan pajak secara agresif seperti tarif pajak rendah, pengawasan pajak longgar telah membuat penerimaan pajak dari negara-negara berkembang merosot tajam. Negara tax heaven yang termasuk dalam KMK No.650/KMK04/1994 antara lain Argentina, Bahrain, Saudi Arabia, Mauritius, Hongkong, Caymand Island, dll. Saat ini negara tax heaven sedang dimusuhi dunia internasional, pengawasan tax avoidance (penghindaran pajak) di negara-negara tersebut sedang gencar-gencarnya. Berinvestasi di negara tax heaven beresiko besar terkena koreksi UU PPh Pasal 18.  Lebih baik berinvestasi pada negara dengan tax treaty

Akuntansi Internasional

Nama Kelompok         : Muhamad Fachrudin dan Syifa Ragustia Prabowo
NPM                           : 2B215085 dan 2B215089
Judul                           : Information Systems In Supply Chain Integration and Management
Author                         : A. Gunasekaran
Department of Management, University of Massachusetts, 285 Old      Westport Road, North Dartmouth, MA 02747-2300, USA
                                      E.W.T. Ngai
Department of Management and Marketing, The Hong Kong Polytechnic   University, Hung Hom, Kowloon, Hong Kong, PR China
 Penerbit                      : European Journal of Operational Research 159 (2004) 269–295                                                         Available online 6 November 2003
Masalah
Perusahaan berusaha untuk meningkatkan tingkat ketangkasan mereka dengan tujuan menjadi fleksibel dan responsif untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus berubah. Dalam upaya untuk mencapai hal ini, banyak perusahaan telah terdesentralisasi nilai tambah kegiatan mereka  dengan outsourcing dan mengembangkan perusahaan virtual (VE). Semua ini menyoroti pentingnya teknologi informasi (IT) dalam mengintegrasikan pemasok / kemitraan perusahaan di perusahaan virtual dan rantai pasokan. Supply chain management (SCM) adalah sebuah pendekatan yang telah berkembang dari integrasi pertimbangan ini. SCM didefinisikan sebagai integrasi proses bisnis utama dari pengguna akhir melalui pemasok asli yang menyediakan produk, layanan, dan informasi dan karenanya nilai tambah bagi pelanggan dan stakeholder lainnya (Lambert et al., 1998)
Namun, literatur sangat sedikit mengenai artikel yang berhubungan dengan IT di SCM. Namun, mustahil untuk mencapai rantai pasokan yang efektif tanpa IT. Karena pemasok yang terletak di seluruh dunia, adalah penting untuk mengintegrasikan kegiatan baik dalam dan di luar organisasi. ini membutuhkan sistem informasi yang terintegrasi (IS) untuk berbagi informasi tentang berbagai nilai tambah kegiatan sepanjang rantai pasokan. IT seperti saraf sistem SCM. Ada banyak artikel tentang TI di supply chain. Sebagian besar literatur hanya membahas implikasi dari satu atau dua aspek rantai pasokan, misalnya, strategi, alat dan teknik,tapi tidak secara keseluruhan. Namun, komprehensif.
Survei TI di SCM akan berguna untuk mengidentifikasi faktor penentu keberhasilan TI untuk terintegrasi rantai pasokan. Sayangnya, desain dan penerapan sistem TI yang efektif untuk
SCM belum mendapat perhatian yang memadai baik dari peneliti dan praktisi, khususnya,
bisnis ke bisnis (B2B) e-commerce (EC) dan SCM. Ada banyak perdebatan di sekitar aplikasi
TI dalam bisnis SCM yang menyangkut model bisnis e-commerce, model yang cocok untuk bisnis, dll. Mengingat pentingnya TI dalam mencapai SCM yang efektif, upaya telah dibuat dalam makalah ini untuk meninjau literatur tentang TI di SCM berdasarkan kriteria yang sesuai. Tujuan utama di sini adalah untuk mengidentifikasi isu-isu utama seputar penerapan TI dalam SCM, menggunakan klasifikasi sesuai Skema dan mengembangkan kerangka kerja untuk aplikasi IT dalam SCM. Juga, beberapa penelitian arah masa depan diindikasikan untuk mengembangkan TI terpadu SCM sistem.
Baru-baru ini konsep desain rantai pasokan dan manajemen telah menjadi paradigma operasi populer. Hal ini telah ditingkatkan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang mencakup data elektronik interchange (EDI), Web Internet dan World Wide Web (WWW) untuk mengatasi kompleksitas yang semakin meningkat dari sistem mengemudi hubungan  pembeli-pemasok. Kompleksitas SCM juga telah memaksa perusahaan untuk melakukan system komunikasi online.
Manajemen rantai suplai menekankan manfaat keseluruhan dan jangka panjang dari semua pihak pada rantai melalui kerjasama dan berbagi informasi. Hal ini menandakan pentingnya komunikasi dan penerapan TI dalam SCM. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh variabilitas memesan (Yu et al., 2001). Berbagi informasi antara anggota rantai pasokan menggunakan teknologi EDI harus ditingkatkan untuk mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan kinerja pengiriman pemasok dan sangat meningkatkan kinerja sistem rantai pasokan (Srinivasan et al., 1994).
Berikut ini adalah beberapa masalah yang sering dikutip dalam literatur baik oleh para peneliti dan praktisi ketika mengembangkan IT-terpadu SCM: kurangnya integrasi antara TI model bisnis, kurangnya perencanaan strategis yang tepat, miskin infrastruktur TI, cukup aplikasi TI di perusahaan maya, dan pengetahuan memadai penerapan TI dalam SCM. Tidak ada kerangka kerja komprehensif yang tersedia pada aplikasi TI untuk mencapai suatu SCM yang efektif. Mengingat pentingnya  kerangka kerja, upaya telah dibuat dalam makalah ini untuk mengembangkan suatu kerangka kerja berdasarkan kajian literatur yang lebih sistemik.
Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada isu-isu implementasi TI pada SCM. Implementasi pada SCM ini dapat dilihat dari enam kategori yaitu :
1.      Perencanaan strategis untuk TI dalam SCM.
2.      Perusahaan virtual dan SCM.
3.      E-commerce dan SCM.
4.      Infrastruktur TI dalam SCM.
5.      Pengetahuan dan manajemen TI dalam SCM.
6.      Implementasi TI dalam SCM.
Tujuan
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi isu-isu utama seputar penerapan TI dalam SCM dengan menggunakan klasifikasi sesuai desain dan mengembangkan kerangka kerja untuk aplikasi IT dalam SCM. Juga, beberapa arah penelitian masa depan yang diindikasikan untuk mengembangkan sistem TI dalam SCM terpadu.
Landasan Teori
Literatur yang tersedia (melalui artikel jurnal kebanyakan) pada TI di SCM telah ditinjau untuk aplikasi dan pengembangan berdasarkan skema klasifikasi:
1.      Perencanaan strategis untuk TI dalam SCM.
Perusahaan sekarang fokus pada perencanaan strategis dengan tujuan untuk mengembangkan rencana jangka panjang dan perubahan organisasi mereka dan pada gilirannya untuk meningkatkan daya saing mereka. Perencanaan strategi memerlukan keterlibatan manajemen puncak dengan mempertimbangkan baik eksternal dan faktor internal organisasi. Perencanaan strategis TI harus mendukung tujuan jangka panjang dan tujuan dari SCM baik dari segi fleksibilitas dan tanggap terhadap kebutuhan pasar yang terus berubah. Misalnya, IT akan memfasilitasi pembentukan kemitraan cepat dengan memungkinkan tersedianya informasi yang tepat dan karenanya mengembangkan perusahaan virtual. Restrukturisasi organisasi mungkin diperlukan jika sebuah perusahaan memutuskan untuk pergi untuk sebuah perencanaan sumber daya perusahaan (ERP) sistem seperti SAP, Oracle, PeopleSoft, dan BAAN dengan tujuan membentuk rantai pasokan yang efektif. Ada juga implikasi potensial lainnya seperti investasi di bidang TI dan proses bisnis rekayasa ulang, orientasi pasar, posisi teknologi dan hubungan karyawan, dan karakteristik tenaga kerja. Isu implikasi sosial dan manajemen pengetahuan harus diberikan pertimbangan dalam mengembangkan perencanaan strategis untuk IT di SCM. Namun, adalah penting untuk memprioritaskan dimensi strategis yang mempengaruhi IT di SCM mempertimbangkan struktur organisasi individu. Cerpa dan Verner (1998) menyajikan sebuah studi longitudinal sistem informasi perencanaan proses strategis (ISSP) dalam sebuah organisasi Australia yang besar. Fletcher dan Wright (1996) melaporkan sebuah studi mengenai hubungan antara penggunaan strategis teknologi informasi dalam organisasi jasa keuangan dan konteks strategis di mana penggunaan tersebut dibuat. Kardaras dan Karakostas (1999) menyarankan penggunaan peta kognitif fuzzy sebagai pendekatan alternatif untuk yang sudah ada sistem informasi strategis perencanaan model.
·         Alasan pemasaran penggunaan TI dalam SCM
Untuk bersaing di pasar yang baru, organisasi harus mampu mengkonfigurasi ulang sumber daya untuk memenuhi perubahan kebutuhan. Hal ini membutuhkan organisasi untuk memiliki rantai pasokan yang efektif atau perusahaan yang secara fisik terdistribusi.
·         Ekonomi alasan
Pasar adalah kekuatan pendorong untuk setiap perubahan dalam suatu organisasi. Pasar beberapa faktor seperti kebutuhan pelanggan, pesaing dan organisasi harga memaksa cara mereka mengelola operasi mereka.
·         Organisasi
Perencanaan strategis TI dalam SCM mencakup masalah-masalah organisasi seperti struktur organisasi, kesadaran manajemen puncak, proses bisnis, aliansi strategis, dan teknologi informasi yang mempengaruhi kinerja keseluruhan IT-mengaktifkan SCM
·         Teknologi
Perencanaan strategis melibatkan keputusan yang mempengaruhi kinerja jangka panjang organisasi. Misalnya, kurangnya TI dalam suatu organisasi dapat membuat organisasi usang dan tidak memenuhi syarat untuk menjadi sebagai salah satu mitra dalam perusahaan virtual. Karena karakteristik pasar telah berubah, itu akan sulit untuk bertahan hidup di pasar global tanpa IT-enabled SCM.
2.      Perusahaan virtual dan SCM.
Virtual perusahaan (VE)/ virtual organisasi (VO) didasarkan pada pengembangan jaringan perusahaan kolaboratif dengan kompetensi inti yang diperlukan untuk mencapai pasar pada waktu dengan produk yang tepat. Mengembangkan jaringan perusahaan memerlukan sistem komunikasi untuk mencapai pekerjaan yang kooperatif yang didukung. Hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan berbagai teknologi telekomunikasi.
Virtual Corporation adalah strategi industri untuk penataan dan revitalisasi perusahaan untuk abad ke-21 (Davidow dan Malone, 1992). Lean produksi dan manufaktur tangkas terutama berfokus pada intra-kinerja perusahaan, sementara juga mengakui perlunya dan pentingnya kemitraan dengan pasokan dan pelanggan (Mariotti, 1996). Perusahaan yang diperluas dan perusahaan virtual dapat dilihat dalam konteks kemitraan perusahaan, yang dirancang untuk memfasilitasi kerjasama dan integrasi seluruh rantai nilai (Browne dan Zhang, 1999).
·         Kemitraan
Lewis dan Talalayevsky (1997) berpendapat bahwa aspek manajerial dan budaya dari kemitraan strategis dalam bidang logistik yang melibatkan isu-isu seperti keterbukaan terhadap inovasi dan kepercayaan adalah sama penting sebagai IT.
·         Virtual tim dan rantai pasokan
Desain, pembuatan dan pengiriman produk membutuhkan tingkat yang semakin tinggi pengetahuan dan keahlian dalam rantai pasokan. Virtual bekerja sama adalah mekanisme yang paling tepat untuk menguji hubungan antara semua pihak sepanjang rantai nilai, dibuat di seluruh rantai pasokan didistribusikan, dengan anggota terpisah secara geografis. Pada prinsipnya, virtual bekerja sama dapat memungkinkan komitmen bersama, perasaan kebersamaan, kepercayaan dan kreativitas dan pengambilan keputusan yang cepat untuk beroperasi dalam rantai pasokan. Team Virtual perlu dibangun dengan berkonsentrasi pada proses, bekerja sama dan faktor teknologi.
·         Virtual perusahaan dan IT
Virtual enterprise didasarkan pada aliansi strategis mitra berbasis kompetensi inti. Para mitra dapat tersebar secara geografis baik nasional maupun internasional. Hal ini menjadi lebih rumit untuk mengintegrasikan mitra dengan tujuan yang berbeda dan platform untuk berfungsi. Hal ini dapat dicapai dengan sesuai sistem perencanaan sumber daya perusahaan, termasuk e-commerce dan TI untuk pekerjaan yang yang didukung kooperatif dalam lingkungan perusahaan virtual. Tanpa IT, kita tidak bisa membayangkan pengembangan perusahaan virtual.
3.      E-commerce dan SCM.
EC dapat mengambil berbagai bentuk seperti EDI, langsung link-up dengan pemasok, Internet, Intranet, Extranet, katalog elektronik memesan, dan e-mail. Untuk mendukung berbagi antar-organisasi sumber daya dan kompetensi dalam struktur jaringan, komunikasi dan koordinasi perlu dipertahankan. TI memiliki peran penting untuk memainkan dalam meningkatkan komunikasi dan koordinasi dengan bertindak sebagai enabler (Love, 1996). E-bisnis adalah pembentukan jaringan komputer untuk mencari dan mengambil informasi untuk mendukung pengambilan keputusan bisnis dan kerjasama antar organisasi (Kalakota dan Whinston, 1996). Internet membantu untuk mengelola kegiatan rantai suplai dengan menawarkan informasi tentang apa jenis produk yang diminta, apa yang tersedia di gudang, apa yang ada dalam proses manufaktur, dan apa yang masuk dan keluar fasilitas fisik dan lokasi pelanggan (Lancioni et al. , 2000).
·         Pembelian
Meningkatnya popularitas e-commerce adalah karena banyak manfaat operasional dapat membawa ke praktek pembelian. Contoh dari manfaat tersebut adalah penghematan biaya yang dihasilkan dari transaksi paper berkurang, urutan waktu siklus dan berkurangnya persediaan selanjutnya akibat transmisi cepat informasi terkait pemesanan pembelian, dan peluang ditingkatkan untuk kemitraan pemasok / pembeli melalui pembentukan web bisnis-ke jaringan komunikasi bisnis. Terlepas dari manfaat ini, EC pembelian memiliki masalah serius untuk keberhasilan pelaksanaan sistem cyber pembelian termasuk sejumlah keamanan, hukum, dan masalah keuangan (Min dan Galle, 1999).
·         Operasi
Perdagangan Internet bukan tanpa masalah bagi pemasok. Mereka juga membicarakan beberapa isu interoperabilitas, membangun kepercayaan, keyakinan dan keamanan, dan kebutuhan untuk kerangka peraturan dan hukum. Murillo (2001) membahas implikasi dari e-commerce pada manajemen rantai suplai dan efektivitas. Emiliani dan STEC (2001) membahas syarat dan kondisi untuk lelang online dan kontrak pembelian. Build-to-order (BTO) tidak hanya membutuhkan Just-In-Time (JIT), tetapi juga versi komputer paling canggih dari ERP. Dengan fasilitasi dari real-time komunikasi antara pemasok, fungsi produksi, fungsi pemasaran dan konsumen akhir, e-commerce telah menjadi komponen yang melekat BTO (Doherty, 2000).
Kerangka Kerja
Sebuah kerangka kerja yang disajikan untuk mengidentifikasi implikasi dan aplikasi TI dalam SCM. Kerangka ini didasarkan pada tinjauan literatur tentang TI di SCM. meninjau literatur Kritis membantu untuk mengidentifikasi strategi utama, teknologi yang memungkinkan dan faktor penentu keberhasilan untuk penerapan TI di SCM. Kerangka ini didasarkan pada pengembangan menyusul logis dari diskusi mengenai aplikasi TI dalam SCM :
1.      Literatur yang tersedia (dipilih) pada TI di SCM telah diklasifikasikan berdasarkan sifat  dan aplikasi TI, bidang utama pengambilan keputusan dan strategi yang memungkinkan utama dan teknologi dengan tujuan untuk mencapai potensi penuh dari TI dalam mengembangkan dan mengelola rantai pasokan yang efektif.
2.      Klasifikasi sub literatur ditujukan untuk membantu kedua peneliti dan praktisi dalam mengidentifikasi potensi daerah pembangunan dan faktor penentu keberhasilan untuk keberhasilan penerapan TI dalam SCM.
3.      Selanjutnya, kesenjangan antara teori dan praktek dan alat utama yang digunakan untuk pemodelan dan analisis TI dalam lingkungan rantai pasokan yang dibahas dalam bagian ini.
Masalah-masalah utama yang perlu ditangani ketika mencoba untuk meningkatkan peran TI dalam integrasi rantai pasokan yang dibahas dalam bagian ini sepanjang kriteria yang telah digunakan untuk klasifikasi sastra dan review yang meliputi:
a)      perencanaan strategis untuk IT dalam SCM,
b)      maya perusahaan dan SCM,
c)       e-commerce dan SCM,
d)     infrastruktur TI di SCM,
e)       pengetahuan dan manajemen TI dalam SCM, dan
f)       penerapan TI dalam SCM.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kkualitatif dengan menggunakan survey literature, yaitu mengumpulkan literatur-literatur yang terkait dengan kajian penelitian.
Metodologi
Metode penelitian yang digunakan untuk mengembangkan kerangka kerja bagi keberhasilan penerapan TI dalam SCM adalah survey literatur. Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan literature utama melalui jurnal yang ada di bidang manajemen operasi, rantai pasokan, riset operasi, dan sistem informasi. Dalam penelitian ini, disertasi, buku teks, dan makalah yang tidak dipublikasikan dan prosiding konferensi makalah tidak termasuk dalam survey literatur. Pencarian literatur ditujukan untuk membantu peneliti dan praktisi menerapkan sistem TI yang sukses untuk mencapai SCM yang efektif.
Selain survey literature mengenai TI dalam SCM, alat yang digunakan untuk memodelkan dan menganalisis TI yang digunakan dalam SCM juga disajikan, dimana hal ini berguna untuk para peneliti yang tertarik dalam pemodelan dan analisis berbagai pengambilan keputusan dengan mangacu pada TI dalam SCM.
Pencarian literature dilakukan dengan bantuan e-journal yang tersedia di perpustakaan Hong Kong Polytechnic University, termasuk akses jurnal yang diterbitkan oleh banyak penerbit khususnya di Elsevier, Emerald, dan Taylor&Francis.
Kesimpulan
Artikel ini telah menunjukkan bahwa TI merupakan unsur penting untuk kelangsungan hidup bisnis dan meningkatkan daya saing perusahaan. Sebagai hasil dari tinjauan literatur, kita dapat melihat bahwa TI memiliki pengaruh yang luar biasa pada pencapaian suatu SCM yang efektif. Mengintegrasikan kegiatan rantai pasokan didorong oleh 290 A. Gunasekaran, EWT Ngai/European Journal of 159 Riset Operasional (2004) 269-295 kebutuhan untuk menyederhanakan operasi untuk mencapai kualitas layanan kepada pelanggan. Ada banyak penelitian artikel tentang TI dalam SCM, tapi ada yang kurang tinjauan kritis terhadap literatur dengan tujuan memunculkan sisi faktor terkait yang akan mempengaruhi keberhasilan penerapan TI dalam SCM. Dalam makalah ini, upaya telah dilakukan untuk meninjau literatur tentang TI di SCM dan untuk mengembangkan kerangka kerja untuk pengembangan dan implementasi TI di SCM. Literatur yang tersedia tentang IT di SCM telah ditinjau berdasarkan komponen utama dari TI mengaktifkan SCM. Meskipun survei literatur ini tidaklah mendalam, ia berfungsi sebagai dasar yang komprehensif untuk memahami TI di SCM. klasifikasi ini memiliki tujuan memunculkan faktor terkait yang akan mendukung praktisi dalam upaya mereka untuk berhasil tercapainya TI – yang mengaktifkan SCM. Sebagai hasil dari survei literatur, komponen utama dari IT - mengaktifkan SCM terdiri dari enam bidang utama: (i) perencanaan strategis, (ii) perusahaan virtual, (iii) e-commerce, (iv) infrastruktur, (v) pengetahuan dan manajemen TI dan (vi) pelaksanaan. Fondasi baik  yang dikembangkan TI dengan mengaktifkan SCM terletak pada penyusunan faktor dasar perencanaan strategis dan infrastruktur bagi seluruh pembangunan berasal. TI dalam strategi rantai pasokan perlu ditentukan oleh eksekutif senior dalam rencana strategis. Manajer senior dan para perencana harus memahami bahwa pentingnya TI dalam rantai pasokan dan menyadari bahwa tanpa dukungan sistem TI, sulit untuk menyediakan informasi untuk membuat keputusan rantai pasokan yang terbaik