PERBEDAAN ETIKA PROFESI
AKUNTANSI DENGAN PENGACARA ( ADVOKAT )
Advokat adalah orang yang
berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan dengan
syarat-syarat yang telah diatur dalam Pasal 3 UU Advokat. Advokat memiliki
peranan dalam penegakan hukum, sebagai pengawas penegakan hukum, sebagai
penjaga Kekuasaan Kehakiman dan sebagai pekerja sosial. Selain memiliki
peranan, Advokat juga memiliki Hak dan Kewajiban serta Larangan. Kesemua itu
diatur dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 Tentang Advokat, yang termuat
dalam pasal 14 sampai pasal 21 Undang-undang tersebut.
Kedudukan advokat dalam
sistem penegakan hukum sebagai penegak hukum dan profesi terhormat. Dalam
menjalankan fungsi dan tugasnya advokat seharusnya dilengkapi oleh kewenangan
sama dengan halnya dengan penegak hukum lain seperti polisi, jaksa dan
hakim. Kewenangan Advokat dari Segi Kekuasaan Yudisial Advokat dalam
sistem kekuasaan yudisial ditempatkan untuk menjaga dan mewakili masyarakat.
Kewenangan advokat dalam sistem penegakan hukum menjadi sangat penting guna
menjaga ke independensian advokat dalam menjalanakan profesinya dan juga
menghindari adanya.
Sedangkan Dalam dunia
lembaga akuntansi, ada yang namanya kode etik profesi akuntansi.Yaitu kode etik
yang mengatur seorang akuntan profesional harus memiliki Etika Profesi
Akuntansi yang mengikuti kode etik yang digawangi oleh organisasi profesi
akuntansi yaitu Ikatan Akuntan Indonesia ( IAI ). Tujuan dari kode etik profesi
akuntansi ini diantaranya adalah :
·
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
·
Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
·
Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
·
Untuk meningkatkan mutu profesi.
·
Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
·
Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
·
Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
·
Menentukan baku standar
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia pada
intinya meliputi 3 bagian:
1.
Prinsip Etika,
2.
Aturan Etika, dan
3.
Interpretasi Aturan Etika
Berikut di bawah ini perbedaan etika profesi
akuntansi dengan etika dari seorang pengacara.
Perbedaan Etika Profesi Akuntansi dan Pengacara dari Organisasi
yang menaunginya :
Ø Akuntansi
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan
di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik
Ikatan Akuntan Indonesia ( IAI ). Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan
tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk
berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga
dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan
alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada
umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya
karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur
dalam kode etik profesi.
Lain hal nya dengan akuntan publik untuk
khususnya kode etik, diawasi oleh Departemen Keuangan (DepKeu) yang mempunyai
aturan sendiri yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.17
Tahun 2008 yang mewajibkan akuntan dalam melaksanakan tugas dari
kliennya berdasarkan SPAP ( Standar Profesi Akuntan Publik ) dan kode etik.
SPAP dan kode etik diterapkan oleh asosiasi profesi berdasarkan
standar Internasional. Misalkan dalam auditing, SPAP berstandar kepada
International Auditing Standart.
Laporan keuangan mempunyai fungsi yang sangat
vital, sehingga harus disajikan dengan penuh tanggung jawab. Untuk itu,
Departemen Keuangan menyusun rancangan Undang - undang tentang Akuntan
Publik dan RUU Laporan Keuangan. RUU tentang Akuntan Publik didasari
pertimbangan untuk profesionalisme dan integritas profesi akuntan publik.
RUU Akuntan Publik terdiri atas 16 Bab dan 60 Pasal , dengan pokok-pokok
mencakup lingkungan jasa akuntan publik, perijinan akuntan publik, sanksi administratif,
dan ketentuan pidana.
Sedangkan kode etik yang disusun oleh SPAP
adalah kode etik International Federations of Accountants (IFAC) yang
diterjemahkan, jadi kode etik ini bukan merupakan hal yang baru kemudian
disesuaikan dengan IFAC, tetapi mengadopsi dari sumber IFAC. Jadi tidak ada
perbedaaan yang signifikan antara kode etik SAP dan IFAC.
Adopsi etika oleh dewan SPAP tentu sejalan
dengan misi para akuntan Indonesia untuk tidak jago kandang. Apalagi misi
Federasi Akuntan Internasional seperti yang disebut konstitusi adalah melakukan
pengembangan perbaikan secara global profesi akuntan dengan standar harmonis
sehingga memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi secara konsisten untuk
kepentingan publik. Seorang anggota IFAC dan KAP tidak boleh
menetapkan standar yang kurang tepat dibandingkan dengan aturan dalam
kode etik ini. Akuntan profesional harus memahami perbedaaan aturan dan
pedoman beberapa daerah juridiksi, kecuali dilarang oleh hukum atau perundang
-undangan.
Ø Advokat
Pengacara adalah seseorang atau mereka yang
melakukan pekerjaan jasa bantuan hukum termasuk konsultan hukum yang
menjalankan pekerjaannya baik dilakukan di luar pengadilan dan atau di dalam
pengadilan bagi klien sebagai mata pencahariannya. Berdasarkan kesepakatan
bersama dari Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Advokat Indonesia ( IKADIN ) Dewan
Pimpinan Pusat Asosiasi Advokat Indonesia ( A.A.I ) dan Dewan Pimpinan Pusat
Ikatan Penasehat Hukum Indonesia ( I.P.H.I ), dengan ini disusunlah
satu-satunya Kode Etik Profesi Advokat/Penasehat Hukum – Indonesia.
Kode Etik ini bersifat
mengikat serta wajib dipatuhi oleh mereka yang menjalankan profesi
Advokat/Penasehat Hukum sebagai pekerjaannya (sebagai mata pencaharian-nya)
maupun oleh mereka yang bukan Advokat/Penasehat Hukum akan tetapi menjalankan
fungsi sebagai Advokat/Penasehat Hukum atas dasar kuasa insidentil atau yang
dengan diberikan izin secara insidentil dari pengadilan setempat. Pelaksanaan
dan pengawasan Kode Etik ini dilakukan oleh Dewan Kehormatan dari masing-masing
organisasi profesi tersebut, yakni oleh IKADIN/A.A.I/I.P.H.I.
Berikut kami lampirkan
beberapa organisasi advokat yang dapat kami sebutkan :
1.
Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin);
2.
Asosiasi Advokat Indonsia (AAI);
3.
Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI);
4.
Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI);
5.
Serikat Pengacara Indonesia (SPI);
6.
Himpunan Konsultan Pasar Modal (HKPM);
7.
Badan Pembelaan & Konsultasi Hukum MKGR (BPKH MKGR)
8.
Bina Bantuan Hukum (BHH);
9.
Lembaga Bantuan & Pengembangan Hukum Kosgoro;
10.
Lembaga Konsultasi & Bantuan Hukum Trisula (LKBH Trisula);
11.
Lembaga Pelayanan & Penyuluan Hukum (LPPH).
Perbedaan Etika Profesi
Akuntansi dengan Advokat dari kode etiknya :
Ø Akuntansi
Kode etik akuntan
merupakan norma dan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan para
klien, antara auditor dengan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat.
Kode etik akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh
anggota, baik yang berpraktek sebagai auditor, bekerja di lingkungan usaha,
pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan. Etika
profesional bagi praktek auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi
Indonesia (Sihwajoni dan Gudono, 2000). Prinsip perilaku profesional
seorang akuntan, yang tidak secara khusus dirumuskan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia tetapi dapat dianggap menjiwai kode perilaku IAI, berkaitan dengan
karakteristik tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan.
Prinsip etika yang tercantum dalam kode etik akuntan Indonesia
adalah sebagai berikut:
Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan
tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam
masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab
kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu
bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan
profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung
jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota
diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
Kepentingan Publik
Setiap anggota
berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik,
menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada
publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana
publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit,
pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan
pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam
memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini
menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan
publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani
anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah
laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi
masyarakat dan negara. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat
pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi
tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai
tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati
kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota
harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai
profesionalisme yang tinggi.
Integritas
Untuk memelihara dan
meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab
profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu
elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas
merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan
(benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas
mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus
terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas
dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
Objektivitas
Setiap anggota harus
menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan
kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan
nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota
bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau
bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan
obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik
memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang
lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit
internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri,
pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang
ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus
melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus
melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan,
serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling
mutakhir. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya,
demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi
kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota
seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang
tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan
pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang
anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal
penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota
wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih
kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing
masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan
memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
Kerahasiaan
Setiap anggota harus
menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi
yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan
mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai
keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional
dapat atau perlu diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati
kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui
jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan
setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
Perilaku Profesional
Setiap anggota harus
berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah
laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai
perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain,
staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
Standar Teknis
Setiap anggota harus
melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah
standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional
Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan
yang relevan.
Ø Advokat
Kode etik dibawah ini
berdasarkan dengan kode etik yang dibuat oleh Ikatan Advokat Indonesia ( IKADIN
), Asosiasi Advokat Indonesia ( AAI ), Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI)
Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia
(SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum
Pasar Modal (HKHPM) yang disahkan pada tanggal 22 mei 2002.
BAB III
HUBUNGAN DENGAN KLIEN
Pasal 4
a. Advokat dalam
perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai.
b. Advokat tidak dibenarkan
memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang
diurusnya.
c. Advokat tidak dibenarkan
menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang.
d. Dalam menentukan besarnya
honorarium Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien.
e. Advokat tidak dibenarkan
membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.
f.
Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan
perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.
g. Advokat harus menolak
mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya.
h. Advokat wajib memegang
rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara
kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan
antara Advokat dan klien itu.
i.
Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan
kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas
itu akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien
yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 huruf a.
j.
Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau
lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan
kepentingan-kepentingan tersebut, apabila dikemudian hari timbul pertentangan
kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
k. Hak retensi Advokat
terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian kepentingan
klien.
BAB IV
HUBUNGAN DENGAN TEMAN SEJAWAT
Pasal 5
a. Hubungan antara teman
sejawat Advokat harus dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai dan
saling mempercayai.
b. Advokat jika membicarakan
teman sejawat atau jika berhadapan satu sama lain dalam sidang pengadilan,
hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara lisan maupun
tertulis.
c. Keberatan-keberatan
terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan Kode Etik
Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak
dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain.
d. Advokat tidak
diperkenankan menarik atau merebut seorang klien dari teman sejawat.
e. Apabila klien hendak
mengganti Advokat, maka Advokat yang baru hanya dapat menerima perkara itu
setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada Advokat semula dan
berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya apabila masih ada
terhadap Advokat semula.
f.
Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap
Advokat yang baru, maka Advokat semula wajib memberikan kepadanya semua surat
dan keterangan yang penting untuk mengurus perkara itu, dengan memperhatikan
hak retensi Advokat terhadap klien tersebut.
BAB V
TENTANG SEJAWAT ASING
Pasal 6
Advokat asing yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku menjalankan profesinya di
Indonesia tunduk kepada serta wajib mentaati Kode Etik ini.
BAB VI
CARA BERTINDAK MENANGANI PERKARA
Pasal 7
A. Surat-surat yang dikirim
oleh Advokat kepada teman sejawatnya dalam suatu perkaradapat ditunjukkan
kepada hakim apabila dianggap perlu kecuali surat-surat yang bersangkutan
dibuat dengan membubuhi catatan "Sans Prejudice ".
B. Isi pembicaraan atau
korespondensi dalam rangka upaya perdamaian antar Advokat akan tetapi tidak
berhasil, tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai bukti dimukapengadilan.
C. Dalam perkara perdata
yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila
bersama-sama dengan Advokat pihak lawan, dan apabila ia menyampaikan surat,
termasuk surat yang bersifat "ad informandum" maka hendaknya seketika
itu tembusan dari surat tersebut wajib diserahkan atau dikirimkan pula kepada
Advokat pihak lawan.
D. Dalam perkara pidana yang
sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama
dengan jaksa penuntut umum.
E. Advokat tidak dibenarkan
mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh pihak lawan
dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum dalam perkara pidana.
F. Apabila Advokat
mengetahui, bahwa seseorang telah menunjuk Advokat mengenai suatu perkara
tertentu, maka hubungan dengan orang itu mengenai perkara tertentu tersebut
hanya boleh dilakukan melalui Advokat tersebut.
G. Advokat bebas
mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapat yang dikemukakan dalam sidang
pengadilan dalam rangka pembelaan dalam suatu perkara yang menjadi tanggung
jawabnya baik dalam sidang terbuka maupun dalam sidang tertutup yang
dikemukakan secara proporsional dan tidak berkelebihan dan untuk itu memiliki
imunitas hukum baik perdata maupun pidana.
H. Advokat mempunyai
kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma ( pro deo ) bagi
orang yang tidak mampu.
I.
Advokat wajib menyampaikan pemberitahuan tentang putusan
pengadilan mengenai perkara yang ia tangani kepada kliennya pada waktunya.
BAB VII
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN TENTANG KODE ETIK
Pasal 8
a. Profesi Advokat adalah
profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile), dan karenanya dalam
menjalankan profesi selaku penegak hukum di pengadilan sejajar dengan Jaksa dan
Hakim, yang dalam melaksanakan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang
dan Kode Etik ini.
b. Pemasangan iklan
semata-mata untuk menarik perhatian orang adalah dilarang termasuk pemasangan
papan nama dengan ukuran dan! atau bentuk yang berlebih-lebihan.
c. Kantor Advokat atau
cabangnya tidak dibenarkan diadakan di suatu tempat yang dapat merugikan
kedudukan dan martabat Advokat.
d. Advokat tidak dibenarkan
mengizinkan orang yang bukan Advokat mencantumkan namanya sebagai Advokat di
papan nama kantor Advokat atau mengizinkan orang yang bukan Advokat tersebut
untuk memperkenalkan dirinya sebagai Advokat.
e. Advokat tidak dibenarkan
mengizinkan karyawan-karyawannya yang tidak berkualifikasiuntuk mengurus
perkara atau memberi nasehat hukum kepada klien dengan lisan atau dengan
tulisan.
f.
Advokat tidak dibenarkan melalui media massa mencari publitas
bagi dirinya dan atau untuk menarik perhatian masyarakat mengenai
tindakan-tindakannya sebagai Advokat mengenai perkara yang sedang atau telah
ditanganinya, kecuali apabila keteranganketerangan yang ia berikan itu
bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum yang wajib diperjuangkan oleh
setiap Advokat.
g. Advokat dapat
mengundurkan diri dari perkara yang akan dan atau diurusnya apabila timbul
perbedaan dan tidak dicapai kesepakatan tentang cara penanganan perkara dengan
kliennya.
h. Advokat yang sebelumnya
pernah menjabat sebagai Hakim atau Panitera dari suatu lembaga peradilan, tidak
dibenarkan untuk memegang atau menangani perkara yang diperiksa pengadilan
tempatnya terakhir bekerja selama 3 (tiga) tahun semenjak ia berhenti dari
pengadilan tersebut.
Sumber :
·
http://www.aai.or.id/
·
http://digilib.uinsby.ac.id/
Nama Kelompok Tugas Softskill 4 eb 16 :
·
Novri Muhammad Hiza
( 23212823 )
·
Marya Yuliana
( 24212469 )
·
M. Rezky Pratama
( 24212332 )
·
Agustiarini
( 20212406 )
·
Eko Barliata
( 22212424 )
·
Rodin Nurohim
( 26212665 )
·
Dara Zahara Putri
( 21212716 )
·
Afrilia Yuanita
( 20210260 )
·
Febrina Ginting
( 2B215101 )
·
Apriansyah Parapat
( 2B215848 )
·
Muhamad Fachrudin
(
2B215085 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar